I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Ilmu bahan pakan
secara umum membicarakan tentang segi keilmuan maupun segi keterampilan dalam
segala aspek bahan pakan, termasuk sejarah perkembanagn ilmu dan evaluasi
pakan.Evaluasi kimia terhadap bahan pakan dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui komposisi nutrien dalam suatu bahan pakan.Bahan pakan
yang kami analisis adalah sampel percobaan ransum konsentrat kelinci (R2).
Ransum merupakan campuran beberapa bahan pakan yang disesuaikan dengan
kebutuhan ternak diformulasikan untuk 24 jam. Analisis yang pada saat praktikum
lakukan, meliputi analisis proksimat yang terdiri dari penetapan kadar abu,
kadar air, kadar lemak kasar, serat kasar, protein kasar, dan asam lemak bebas (FFA)
serta gross energy. Selain itu, pada
saat praktikum dilakukan juga uji fisik terhadap sampel konsentrat kelinci (R2).
Pengenalan alat dan nomenklatur bahan pakan merupakan hal yang paling
mendasar sebelum melakukan analisis kimia terhadap bahan pakan. Pengenalan alat
mencakup semua instrumen laboratorium sebagai pendukung langsung dalam
menganalisis bahan pakan. Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian harus
dipahami agar diperoleh hasil yang tepat. Nomenklatur bahan pakan dilakukan
untuk menanggulangi ketidakteraturan dalam pemberian nama bahan pakan. Sampai
saat ini, sekitar 17.000 bahan pakan telah diberi nama.
Pakan menyangkut berbagai aktivitas kimiawi dan fisiologi yang mengubah zat
makanan menjadi zat tubuh. Zat gizi atau nutrien dalam pakan bervariasi menurut
posisinya masing-masing. Komposisi nutrien dalam suatu bahan pakan dapat
diketahui dengan analisis proksimat.
Bahan pakan memilki kondisi fisik maupun kimia yang
berbeda-beda sehingga dalam penanganan, pengolahan, maupun penyimpanannya
memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Tujuan dari mengetahui sifat-sifat
suatu bahan pakan adalah mempermudah penanganan dan pengangkutan, menjaga
homogenitas, dan stabilitas saat pencampuran. Analisis proksimat berasal dari
kata aproximus(latin) yang berarti
terdekat. Dinamakan demikian karena metode ini merupakan metode terdekat dalam
menggambarkan komposisi suatu zat gizi dari suatu bahan pakan. Menurut analisis
proksimat zat-zat gizi dari suatu bahan pakan dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
Bahan
pakan air
Bahan kering mineral ( abu )
Bahan organik protein
Bahan
organik tanpa N lemak
Karbohidrat
serat kasar
BETN
1.2
Waktu dan Tempat
Praktikum Ilmu Bahan Pakan dilaksanakan pada tanggal
18-20November 2013, pukul 14.30 wib sampai dengan selesai. Bertempat di
Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto
II. TUJUAN DAN MANFAAT
2.1
Tujuan
1.
Mengetahui nama-nama bahan pakan
2.
Mengetahui nama dan alat-alat dalam praktikum
3.
Mengetahui dan mempermudah mengklasifikasikan suatu bahan
pakan berdasarkan spesifiknya.
4.
Mengetahui cara uji fisik dan sifat-sifat fisik dari
suatu bahan pakan.
5.
Mengetahui kandungan serat kasat, protein kasar, kadar
air, kadar abu, dan lemak kasar dengan menggunakan metode analisis proksimat.
6.
Mengetahui dan menentukan kadar asam lemak bebas yang
terkandung dalam suatu bahan pakan.
7.
Menentukan besarnya energi bruto dari suatu bahan pakan.
8.
Mengetahui besarnya gross
energy dengan menggunakan Bom kalorimeter.
2.2 Manfaat
1.
Praktikan mampu mengetahui nama dan fungsi alat.
2.
Praktikan dapat membedakan nama dan ciri spesifik bahan
pakan.
3.
Praktikan dapat memahami sifat-sifat dari bahan pakan,
sehingga mempermudah dalam pengangkutan, pengolahan dan menjaga homogenitas dan
stabilitas saat pencampuran.
4.
Praktikan dapat mengetahui zat makanan dan zat gizi yang
terkandung dalam suatu bahan makanan ternak.
5.
Praktikan dapat mengukur
kadar asam lemak bebas dalam suatu bahan pakan.
6.
Praktikan dapat menentukan besarnya gross
energy dari suatu bahan pakan.
III. TINJAUAN
PUSTAKA
3.1. Nomenklatur Hijauan,
Pengenalan Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
3.1.1. NomenklaturHijauan
Bamualim (1994), menyatakan
bahwa penampilan produksi ternak yang masih sangat rendah
terutama disebabkan oleh kuantitas dan kualitas hijauan yang kurang memadai
pada musim kemarau, maka salah satu alternatif sumber pakan lokal antara lain
pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan substitusi (Prasetyo, 2006).
Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tatanama bahan pakan.
Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiap bahan pakan. Setiap
pemberian tatanama bahan pakan terdiri atas enam faset.
Hijauan pakan adalah hijauan yang dihasilkan oleh tanaman
pakan yang disukai atau dapat diberikan pada ternak untuk keperluan kesehatan,
hidup pokok, produksi,dan reproduksi serta tidak merugikan kesehatan ternak.
Ada beberapa macam hijauan yaitu hijauan kekacangan, hijauan cerealia, hijauan
umbi-umbian dan hijauan limbah pertanian. Ketersediaan hijauan pakan sangat
mempengaruhi kinerja ternak yaitu untuk produksi dan reproduksi(Lubis, 1983).
3.1.2
Pengenalan Bahan Pakan
Negara yang telah maju, nama-nama bahan pakan yang
diperdagangkan telah diatur oleh pemerintah. Nama-nama tersebut meliputi
keterangan mengenai proses yang dikerjakan oleh perusahaan atau pabrik pakan
ternak yang memuat tanggungan
kualitasnya. Nama bahan pakan tersebut biasanya adalah nama umum atau
nama dagang. Oleh karena itu, ada salah satu cara pemerian
namauntuk menanggulangi ketidakteraturan dalam pemberian nama bahan pakan
(Rahardjo, 2001).
Bahan makanan ternak adalah suatu bahan yang dapat
dimakan oleh hewan yang mengandung energi dan zat gizi (atau keduanya) didalam
makan tersebut (Hartadi, 1990). Sedangkan pengertian bahan pakan yang
lebih lengkap yaitu segala sesuatu yang dapat dimakan hewan (ternak) yang
mengandung unsur gizi dan atau energi, yang tercerna sebagian atau seluruhnya
dengan tanpa mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Sutardi, 2002).
Menurut Tillman (1984) umumnya
makanan ternak mengandung sebagian serat kasar misalnya hijauan kering yang
dicerna lebih lambat dan lebih sedikit dibandingkan dengan biji-bijian. Oleh
karena itu, bahan makanan tersebut digolongkan menjadi hijauan kasar. Bahan
pakan ternak terdiri dari hijauan dan konsentrat, serta dapat digolongkan ke
dalam dua kelompok besar yaitu bahan pakan konvensional dan bahan pakan
inkonvensional. Bahan pakan konvensional adalah bahan pakan yang lazim
digunakan sebagai bahan pakan ternak, seperti hijauan, leguminosa, butiran, dan
feed additive. Sedangkan bahan pakan inkonvensional adalah bahan pakan
yang tidak lazim diberikan pada ternak, seperti limbah industri kue dan roti,
bulu, darah, dan kulit nanas.
3.1.3 Pengenalan Alat
Alat-alat
yang digunakan dalam praktikum jumlahnya banyak sekali alat tersebut diperlukan
untuk memperoleh hasil analisa yang benar dalam suatu praktikum karena masing-masing
alat mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Untuk memperoleh hasil analisa yang
benar maka haruslah diketahui cara-cara pokok dalam perlakuan-perlakuan umum
yang seruing diijumpai dalam laboratorium, antara lain alat-alat laboratorium
dan cara penggunaannya (Suhaidi,1997).
3.2 Uji Fisik
3.2.1 Daya Ambang (Floating Rate)
Menurut Khalil (1997), daya ambang merupakan jarak yang
dapat ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah
selama jangka waktu tertentu. Daya ambang berperan terhadap efisiensi
pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat penghisap (pneumatic conveyor), pengisian silo menggunakan
gaya gravitasi jika suatu bahan punya daya ambang berbeda akan terjadi
pemisahan partikel.
3.2.2 Sudut Tumpukan (Angle of Response)
Sudut tumpukan adalah sudut yang dibentuk oleh pakan yang
dicurahkan pada bidang datar. Sudut
tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu partikel pakan dalam
tumpukan. Semakin tinggi tumpukan
semakin kurang kebebasan bergerak suatu partikel. Menurut Khalil (1997), Sudut
tumpukan merupakan sudut yang dibentuk oleh bahan pakan yang diarahkan pada
bidang datar. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak suatu
partikel pakan dalam tumpukan dimana semakin tinggi sudut tumpukan kebebasan
bergerak suatu partikel semakain berkurang.
3.2.3 Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Menurut Raharjdo, dkk (2004), luas
permukaan spesifik merupakan bahan pakan pada suatu berat tertentu, mempunyai
luas permukaan tertentu pula. Bahan pakan pada berat tertentu mempunyai luas
permukaan disebut luas permukaan spesifik.
Peran LPS adalah untuk mengetahui tungkat kehalusan dari bahan pakan
tanpa diketahui distribusi ukuran komposisi partikel secara keseluruhan.
Luas
permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan dari berbagai
bahan pakan tanpa diketahui distribusi ukuran komposisi partikel secara
keseluruhan. Luas
permukaan spesifik suatu bahan pakan pada suatu berat tertentu selalu berbeda. Luas permukaan spesifik dilakukan dengan cara
bahan pakan (sampel) diratakan pada milimeter blok kemudian dihitung luasnya.
3.2.4 Berat Jenis (Density)
Berat jenis adalah perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempati oleh bahan tersebut. Alat ukur berat jenis adalah neraca ohaous,
gelas ukur. Berat jenis dipengaruhi oleh
ukuran partikel.
Peranan berat jenis adalah sebagai berikut :
a.
Berpengaruh terhadap besarnya kerapatan tumpukan
(spesifik density)
b.
Menentukan daya ambang
c.
Besarnya ukuran partikel berpengaruh terhadap homogesitas
dan stabilitas pencampuran
berpengaruh terhadap kerapatan
3.3 Analisis Proksimat
Untuk
mengetahui berapa jumlah zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh serta
bagaimana menyusun ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan
kuantitas zat-zat gizi tersebut (Tillman, 1991). Menurut porsinya,
masing-masing zat gizi tersebut dapat diketahui melalui suatu analisis proximat
(Anggorodi, 1994). Analisis proximat
menyangkut analisis kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar serta
serat kasar. Untuk memperoleh hasil analisis yang benar maka haruslah kita
mengetahui cara-cara pokok dalam laboratorium, meliputi alat-alat yang digunakan, cara penggunaan, bahan kimia
serta bahannya (Askar dan Lubis, 1985).
Kandungan gizi dalam suatu bahan pakan akan membantu persiapan dan
pengelolaan ternak terutama dalam meramu pakan yang dibutuhkan oleh ternak
sesuai dengan tingkatan ternak (Kartadisastra, 1997).
3.3.1 Analisa Kadar Air
Menurut Anggorodi (1994), banyaknya
air yang terkandung dalam bahan pakan diketahui bila bahan pakan tersebut
dipanaskan atau dikeringkan pada suhu 105°C. Oleh karena itu terjadi penguapan
air maka ukuran berat dari bahan makanan tersebut menjadi berkurang. Bahan
pakan dipanaskan hingga ukuran beratnya tetap. Ukuran berat sebelum dipanaskan
dikurangi sesudahnya adalah ukuran berat air.
3.3.2 Analisa Kadar Abu
Menurut Anggorodi (1994),
zat-zat mineral sebagai suatu golongan dalam bahan pakan atau jaringan hewan
ditentukan dengan membakar zat organik,
dan kemudian menimbang sisanya yang disebut abu. Penentuan demikian menjelaskan
mengenai zat khusus yang terdapat pada bahan pakan, dan abunya dapat mengandung
karbon yang berasal dari zat organik
sebagai karbonat bila terdapat terlalu banyak zat mineral pembentuk bara. Abu hasil
pembakaran dapat digunakan sebagai titik tolak untuk determinasi prosentase zat
tertentu yang terdapat dalam bahan pakan.
3.3.3 Analisa Protein Kasar
Protein merupakan zat organik yang
mengandung karbon, hidrogen,
nitrogen, oksigen, sulfur serta fosfor. Zat tersebut merupakan zat pakan utama, yang
mengandung nitrogen, protein adalah essensial bagi kehidupan karena zat
tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup (Anggorodi,1994). Protein
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengganti sel yang rusak.
3.3.4 Analisa Lemak Kasar
Lemak
merupakan sekelompok zat yang tidak larut air tetapi larut dalam eter,
kloroform, dan benzena. Ditinjau dari sudut jumlahnya maka lemak merupakan
bagian yang penting dari golongan zat dalam tubuh hewan dan pakan, dimana lemak
mengandung hydrogen dan karbon serta oksigen juga asam stearat (C57H110O6)
(Anggorodi,1994).Menurut
Rahardjo, dkk (2004),
lemak kasar merupakan campuran beberapa senyawa (lemak, minyak, lilin, asam
organik,
pigmen sterol, vitamin ADEK yang larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum
ether, pethroleum benzen,
dan lainnya).
3.3.5 Analisa Serat Kasar
Menurut
Tillman (1991),
serat kasar merupakan salah satu nutrien yang terdiri dari selulosa, hemi
selulosa agnin dan glirisida. Yang lain berfungsi sebagai pelindung dan
bangunan tumbuh-tumbuhan. Menurut Anggorodi (1994), serat kasar merupakan yang tidak dapat larut dalam H2SO4
0,3 N dan didalam NaOH 1,5 N yang berturut-turut dimasak selama 30 menit.
3.4 Free Fatty Acid
(FFA)
Asam
lemak hanya terdapat pada lamak saja. Lemak yang padat pada suhu kamar terdiri
dari asam lemak jenuh (Anggorodi.1994).
Lemak dan minyak secara praktis dapat menunjukan adanya FFA pada bahan yang
sudah di ekstrasi dari bahan pakan tertentu sebagaian besar asam lemak bebas
mempunyai gugus kalori dan sebuah ikatan alfatik (Hendrayono, 1994).
Lemak tubuh terbentuk dari glukosa
yang dihasilkan dari penghancur karbohidrat dalam alat pencernaan. Gula, Pati,
dan serat kasar akan mengubah glukosa
yang dihasilkan dari penghancuran menjadi lemak dalam jaringan tubuh (AAK,
1980)
Lemak
dan minyak beberapa tahun lalu secara praktis menunjukkan semua bahan yang
sudah diekstraksi dengan eter dari makan atau jaringan. Asam lemak bebas
ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang didapat paling banyak dalam minyak
tertentu. Asam lemak yang terdapat dalam bahan pakan tersebut mudah tengik atau
tidak jika penyimpanannya terlalu lama (Rasyaf, 1990).
Lemak
atau lipid sederhana yaitu ester dari tiga asam lemak atau terihibrid alkohol
gliserol. Lemak termasuk dalam air yang tidak larut dalam golongan zat-zat yang
tidak larut dalam air yang tidak larut dalam air yang disebut dengan lipid
lemak, apabila ditinjau dari sudut tubuh merupakan bagian yang paling besar di
dalam tubuh hewan dibandingkan dengan lipid yang lain (Tillman, 1991).
Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak
yang paling banyak dalam minyak tertentu. Lipida terdiri dari asam-asam lemak
dan alcohol. Sifat dari asam lemak ditentukan oleh susunan asam lemaknya. Asam
lemak digolongkan sebagai asam lemak tak jenuhdan asam lemak jenuh (Anggorodi,
1994).
3.5 Gross Energy
(GE)
Menurut
Anggorodi (1994),
energi bruto bahan pakan ditentukan dengan membakar sejumlah bahan tersebut
sehingga diperoleh hasil oksidasi yang berupa karbon dioksida, air dan gas-gas
lainnya. Untuk tujuan itu digunakan kalorimeter
bom guna mengukur panas yang ditimbulkan oleh pembakaran tersebut. Bomb kalorimeter
terdiri atas
suatu bejana tertutup tempat bahan pakan dibakar bom dimasukkan dalam tabung
yang mengandung air yang menyerap panas (kalori) yang timbul.
Menurut
Rahardjo, dkk (2004),
bila suatu nutrien organik
dibakar sempurna sehingga menghasilkan oksida (CO2, H2,
gas dan oksida lainnya) maka panas yang dihasilkan disebut energi bruto. Untuk
menentukan besarnya energi bruto dari nutrien atau bahan pakan dapat digunakan
bomb kalorimeter. Besarnya nilai energi bahan pakan tidak sama tergantung dari
macam nutrien dari bahan pakan.
Energi
membuat seekor hewan mampu melakukan suatu proses-proses produksi atau suatu
pekerjaan (Askar dan
Lubis, 1995). Analisa kadar energi adalah suatu usaha untuk
mengetahui kadar energi bruto dari suatu bahan pakan, dalam analisis biasanya
ditentukan energi bruto
lebih dulu dengan cara membakar sejumlah bahan pakan sehingga diperoleh
hasil-hasil oksidasi yang berupa karbondioksida, air, dan gas (Kartadisastra,
1997).
IV. MATERI DAN CARA
KERJA
4.1 Materi
4.1.1 Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan, dan
Pengenalan Alat
4.1.1.1Nomenklatur Hijauan
1. Rumput Raja (Penisetum purpuroides)
2. Rumput Gajah(Penisetum purpureum)
3. Rumput Benggala (Panicum maximum)
4. Daun Gamal (Gliricida maculata)
5. Kaliandra (Calliandra chalottirsus)
6. Lamtoro (Leucaena glauca)
7. Setaria Ancep (Setaria spacelata)
8. Setaria Lampung (Setaria splendida)
9. Daun Rami (Boehmeria nivea)
10. Daun Waru (Hibiscus tileateus)
11. Daun Dadap (Erithrina lithospermae)
12. Daun Murbei (Morus indica L)
13. Daun Pisang (Musa parasidiaca)
14. Daun Nangka (Arthocarpus integra)
15. Daun Pepaya (Carica papaya)
16. Jerami Padi (Oryza sativa)
4.1.1.2
Pengenalan Bahan Pakan
1. Tepung limbah soun 9. Bungkil
kedelai
2. Onggok 10.
Tepung ikan
3. Jagung pipilan 11. Tepung kerabang
telur
4. Dedak Padi 12. Tepung
cangkang keong
5. Millet 13.
Kapur
6. Molases 14.
Tepung kerang
7. Feed
additive 15.
Phospat alam
8. Tepung udang 16. CuSO4
4.1.1.3
Pengenalan Alat
1. Desikator 16.
Pipet seukuran
2. Destruktor 17. Pipet ukur
3. Kondensor 18. Pipet tetes
4. Kompor listrik 19. Spatula
5. Waterbath 20. Autoclaf
6. Oven 21.
Corong
7. Bomb calorimeter 22. Tanur
8. Biuret & statif 23. Labu Kjeldhal
9. Cawan porselin 24. Erlenmeyer
10. Labu didih 25. Gelas ukur
11. Filler 26.
Becker glass
12. Tang Penjepit 27. Vaccum
13. Labu soxhlet 28. Corong Butchner
14. Timbangan analitik 29. Desikator
15. Neraca ohaous 30. Push-push tinju
4.1.2 Uji Fisik
4.1.2.1 Daya Ambang (Floating Rate)
1.
Sampel dedak 1gram
2.
Stopwatch
3.
Nampan
4.
Timbangan analitik
4.1.2.2
Sudut Tumpukan (Angel Of Response)
1. Sampel dedak 200gram
2. Mistar siku-siku
3. Corong
4. Besi penyangga
5. Timbangan
4.1.2.3 Luas Permukaan Spesifik (LPS)
1. Sampel dedak 1gram
2. Kertas millimeter blok
3. Spidol/bolpoint
4. Timbangan analitik
4.1.2.4
Berat Jenis (Density)
1. Sampel dedak 100 gram
2. Gelas ukur 100ml
3. Neraca ohaous
4.1.3 Analisis Proximat
4.1.3.1 Kadar Air
Alat:
Bahan:
1.
Cawan
porselin 1.
Konsentrat kelinci(R2) 2gram
2.
Desikator
3.
Oven
4.
Timbangan
analitik
5.
Tang
penjepit
4.1.3.2
Kadar Abu
Alat: Bahan:
1.
Cawan
porselin 1.
Konsentrat kelinci (R2) 2gram
2.
Desikator
3.
Tanur
4.
Timbangan
analitik
5. Tang penjepit
4.1.3.3
Protein Kasar
Alat: Bahan:
1. Labu kjeldhal 1. H2SO4
Pekat
2. Desikator 2. NaOH 40%
3. Erlenmeyer 3. HCl 0,1N
4. Biuret dan Statif 4. Asam Borat
5. Pipet 5. Indikator Methyl
Red
6. Kompor listrik 6. Konsentrat
kelinci (R2) 0,1gram
7. Timbangan analitik
4.1.3.4
Lemak Kasar
Alat: Bahan:
1.
Labu
Soxhlet 1.
Konsentrat kelinci (R2) 1gram
2.
Kondensor
3.
Oven
4.
Timbangan
analitik
5.
Waterbath
6.
Desikator
7. Kertas whatman 41
4.1.3.5
Serat Kasar
Alat: Bahan:
1. Cawan porselin 1. Aceton
2. Kertas whatman 2. Aquadest
3. Corong Butchner 3. NaOH 1,3N
4. Kondensor 4. H2SO4
0,3N
5. Desikator 5. Konsentrat kelinci (R2) 1gram
6. Oven
7. Tanur
8. Tang penjepit
9. Waterbath
10. Vaccum
11. Timbangan analitik
12. Kompor listrik
13. Erlenmeyer
4.1.4
Free Fatty Acid
(FFA)
Alat: Bahan:
1. Erlenmeyer 1. Konsentrat kelinci (R2) 7,05gram
2. Biuret dan Statif 2. Alcohol
3. Pipet tetes 3.
Indikator Phenolptalein
4. Timbangan analitik 4. NaOH 0,1N
5. Pipet ukur
6. Gelas ukur
7. Kompor listrik
4.1.5
Gross Energy (GE)
Alat: Bahan:
1. Bomb kalorimeter 1. Konsentrat
kelinci (R2) 0,5gram
2. Timbangan analitik 2. Na2CO3
0,0725N
3. Becker glass 3.
Indikator Methyl Orange
4. Seperangkat alat titrasi
5. Kawat kalorimeter
4.2
Cara Kerja
4.2.1 Nomenklatur
Hijauan, Bahan Pakan, dan Pengenalan Alat
4.2.1.1 Nomenklatur Hijauan
Hijauan
disediakan
Nama umum
dan nama ilimiah hijauan dicatat
Hijauan
digolongkan menurut jenisnya (gramineae, limbah pertanian,
leguminosa dan ramban)
Hijauan diambil
gambarnya
Hasil
pengamatan dicatat
4.2.1.2 Pengenalan Bahan Pakan
Konsentrat disediakan
Ditulis nama
ilmiah, proses pembuatan, dan gradenya
Bahan Pakan diambil
fotonya
Hasil pengamatan dicatat
4.2.1.3 Pengenalan Alat
Alat-alat laboratorium disiapkan
Alat-alat diamati dan ditulis fungsinya
Alat-alat diambil
fotonya
Dibuat tabel
4.2.2 Uji Fisik
4.2.2.1 Daya Ambang
(Floating Rate)
Bahan pakan ditimbang1gr
Nampan dan stopwatch disiapkan
Bahan dijatuhkan dengan ketinggian 1 m
Waktu yang tempuh
bahan hingga jatuh pada nampan dicatat
4.2.2.2 Sudut Tumpukan (Angel Of Response)
Bahan dan
alat disiapkan
Corong
dipasang pada besi penyangga
Bahan
ditimbang sebanyak 200 gr
Bahan
dituang melalui corong
Diameter
(curahan) bahan diukur
Tinggi
bahan diukur
Dicatat
4.2.2.3 Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Bahan
ditimbang 1gr
Diletakkan
di atas milimeter blok
dan diratakan
Luas bahan pakan diukur
4.2.2.4 Berat Jenis (Density)
Gelas ukur
ditimbang (x)
Sampel yang akan diuji disipakan
Bahan pakan
dimasukkan ke dalam gelas ukur
sampai volume 100ml
Sampel
ditimbang (y)
4.2.3 Analisis Proksimat
4.2.3.1 Kadar Air
Cawan dioven
1 jam, 105 áµ’C
Cawan
didesikator 15menit
Cawan
ditimbang (x)
Sampel ditimbang
2gr (y)
Sampel dimasukkan ke dalam cawan
Dioven
minimal 8 jam, 105 áµ’C
Didinginkan
di dalam desikator selama 15menit
Sampel ditimbang (z)
4.2.3.2 Kadar Abu
Hasil
kadar air dipijarkan dalam tanur 600oC (4-12jam)
Dinginkan
hingga suhu menjadi 120 oC
Didesikator
selama 15menit
Ditimbang (z)
4.2.3.3
Protein Kasar
Bahan ditimbang 0,1gr (x)
Dimasukkan
ke dalam labu kjeldhal
Ditambahkan
3 gr katalisator dan 1,5 ml H2SO4 pekat
Didestruksi
sampai jernih
Didinginkan
kemudian didestilasi
Ditambahkan 10 ml asam
borat dan indikator beberapa tetes methyl red padaerlenmeyer
10 ml NaOH 40 %, dimasukan ke lubang destilator
Ditunggu
hingga volume erlenmeyer 60 ml
Dititrasi
dengan HCl 0,1 N (y)
Dititrasi
sampai muncul warna merah muda
4.2.3.4
Lemak Kasar
Sampel ditimbang (1gr), dibungkus
dalam kertas whatman (x)
Dikeringkan dalam oven pada suhu 105 áµ’C selama ± 14 jam
Didinginkan dalam desikator selama 15 menit
Sampel ditimbang (y)
Dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet
Petroleum Benzen
dimasukkan melalui lubang pendingin
Diekstraksi
4-16 jam atau sampai petroleum
benzen tidak berwarna
Sampel diambil, diangin-anginkan sampai bebas petroleum benzen
Dikeringkan sampel di dalam oven pada suhu 105 áµ’C ±14 jam
Didinginkan
dalam desikator selama 15
menit
Ditimbang (z)
4.2.3.4
Serat Kasar
Sampel 1 gram ditimbang
Ditimbang dalam erlenmeyer
Ditambahkan 50 ml H2SO40,3 N
Didihkan selama 30 menit
Ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N
Didihkan
selama 30 menit
Kertas saring Whatman 41 dikeringkan 105 áµ’C selama satu jam dan diketahui
beratnya
Disaring
dengan kertas Whatman
Dicuci :
1. 50ml H2O panas
2. 50ml H2SO4 0,3N
3. 50ml H2O panas
4. 25ml Aseton
Kertas
saring dan isinya dimasukkan kedalam cawan porselin dan dikeringkan 105 áµ’C, 3 jam
didesikator dan
ditimbang (y)
ditanur
600 áµ’C, 2 jam (minimal)
didesikator
ditimbang
4.2.4Free Fatty Acid
(FFA)
Sampel
ditimbang 7,05 gr
Dimasukkan ke labu erlenmeyer+alkohol 25 ml
Direfluks
selama 15 menit
Cairan disaring dengan kertas Whatman dan diambil 10 ml
Hasil
saringan diberi 2 tetes indikator PP
Dititrasi
dengan NaOH 0,1 N sampai warna merah muda
Kadar FFA dihitung
4.2.5 Gross
Energy (GE)
Sampel ditimbang 0,5 gram
Wire dipotong sepanjang 12 cm
dan dipasang pada tempatnya
Cawan diisi sampel
dipasang pada tempatnya
Bom
diisi dengan oksigen sampai tekanan sekitar 25 sampai 35 atm
Bucket yang telah diisi aquadest
dipasang pada tempatnya
Bom
diambil dengan penjepit dalam keadaan tetap tegak
Penutup bom
kalorimeter dipasang pada tempatnya
Pengaduk
aquades dihubungkan dengan dinamo dan dicek temperaturnya
Bom
kalorimeter dihubungkan dengan kabel ignation unit
Alat
bom kalorimeter dihubungkan dengan sumber listrik dan semuanya dicek
Kertas
disiapkan untuk mencatat perubahan yang ada
Dinamo
dihidupkan dengan menekan bersama-sama tombol dan dibiarkan selama 5 menit,
dicatat temperatur setiap 30 detik
Tepat
5 menit sampel dibakar dengan jalan menekan tombol warna kuning dan 30 detik
dicatat suhunya
Pencatatan
diakhiri setelah dicapai temperatur tertinggi dan dinamo diam
Angkat
bom dari bucket dengan penjepit, dilepaskan kedua terminal
Sisa
oksigen dikeluarkan dari dalam bom dengan memutar valve knob
Screw cap dilepaskan, angkat penutup bom
dan ditempatkan pada tempatnya
Cawan
diambil dengan pinset, cuci bagian dalam dengan aquades dan air cucian
ditampung dengan beaker glass
Air
cucian diambil 10 ml
Dititrasi
dengan Na2CO3 dan ditambah metil orange
Catat
volume yang dibutuhkan untuk titrasi
V. HASIL DAN
PEMBAHASAN
5.1
Hasil
5.1.1
Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan, dan Pengenalan Alat
5.1.1.1 Nomenklatur Hijaun
Tabel
1 Nomenklatur hijauan
No
|
Nama
|
Bagian
|
Proses
|
Tingkat
Kedewasaan
|
Defoliasi
|
Sumber
|
Grade
|
Jenis
|
Gambar
|
1
|
Rumput
Gajah (Penissetum purpureum)
|
Aerial
|
Segar
|
Dewasa
|
40 hari
|
Energi
|
SK=
17-22%
PK=
12-14%
|
Gramineae
|
|
2
|
Rumput
Raja (Penissetum purpuroides)
|
Aerial
|
Segar
|
Dewasa
|
40 hari
|
Energi
|
SK=
7-22%
PK=
12-14%
|
Gramineae
|
|
3
|
Rumput
Benggala (Panicum maximum)
|
Aerial
|
Dikeringkan
|
Dewasa
|
-
|
Energi
|
KA=
30%
|
Gramineae
|
|
4
|
Daun
Gamal (Gliricida maculata)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Dewasa
|
-
|
Protein
|
PK=
15%
SK=
8-10%
|
Ramban
|
|
5
|
Kaliandra
(Calliandra chalotirsus)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Dewasa
|
-
|
Protein
|
PK=
22,4%
SK=
9,87%
|
Ramban
|
|
6
|
Lamtoro
(Leucaena glauca)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Dewasa
|
-
|
Protein
|
PK=
25,5%
SK=
11,5%
LK=
6,13%
|
Ramban
|
|
7
|
Setaria
Ancep (Setaria spacelata)
|
Aerial
|
Segar
|
Dewasa
|
40-60 hari
|
Energi
|
PK=
7-12%
SK=
17-19%
|
Gramineae
|
|
8
|
Setaria
Lampung (Setaria splendida)
|
Aerial
|
Segar
|
Dewasa
|
40-60 hari
|
Energi
|
PK=
7-12%
SK=
17-19%
|
Gramineae
|
|
9
|
Daun
Rami (Boehmeria nivea)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Muda
|
-
|
Energi
|
SK=
3-4%
PK=
8-9%
|
Ramban
|
|
10
|
Daun
Waru (Hibiscus tilateus)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Muda
|
-
|
Energi
|
SK=
3-4%
PK=
8-9%
|
Ramban
|
|
11
|
Daun
Dadap (Erithrina lithospermae)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Muda
|
-
|
Energi
|
SK=
3-4%
PK=
8-9%
|
Ramban
|
|
12
|
Daun
Murbei (Morus indica L)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Muda
|
-
|
Energi
|
PK=
12%
|
Ramban
|
|
13
|
Daun
Pisang (Musa paradisiaca)
|
Daun
muda
|
Dilayukan
|
Muda
|
-
|
Energi
|
SK=
10-11%
PK=
4-5%
|
Limbah
pertanian
|
|
14
|
Daun
Nangka (Arthocarpus integra)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Muda
|
-
|
Energi
|
PK=
5,2%
SK=
7,4%
|
Limbah
pertanian
|
|
15
|
Daun
papaya (Carica papaya)
|
Daun
dan batang muda
|
Dilayukan
|
Muda
|
-
|
Energi
|
SK=
8-10%
|
Limbah
pertanian
|
|
16
|
Jerami
padi (Oryza sativa)
|
Aerial
|
Dikeringkan
|
Tua
|
90 hari
|
Energi
|
SK=
33,8%
PK=
4,3%
|
Limbah
pertanian
|
|
5.1.1.2 Pengenalan Bahan Pakan
Tabel 2. Nomenklatur Bahan Pakan
No
|
Nama
|
Bagian
|
Proses
|
Grade
|
Sumber
|
Gambar
|
1
|
Tepung limbah soun
|
Sisa limbah soun
|
Dikeringkan
Digiling halus
|
SK=10-20%
|
Energi
|
|
2
|
Onggok
|
Ampas ketela pohon
|
Dikeringkan
|
SK=14-16%
PK= 3-4%
|
Energi
|
|
3
|
Jagung pipilan
|
Biji jagung
|
Pipilan
|
SK=17-20%
PK=11,35%
|
Energi
|
|
4
|
Dedak padi
|
Kulit padi
|
Digiling
|
PK=11,5%
SK=15,5%
|
Energi
|
|
5
|
Millet
|
Biji millet
|
Pipilan
|
PK=8,4%
SK=6%
|
Energi
|
|
6
|
Molases
|
Limbah pengolahan tebu
|
Pabrikan
|
PK=3,9%
SK=0,4%
|
Energi
|
|
7
|
Feed additive
|
Serbuk
|
Pabrikan
|
Pakan
tambahan
|
Pakan
tambahan
|
|
8
|
Tepung udang
|
Daging
|
Dikeringkan
Digiling halus
|
PK=63%
|
Protein
|
|
9
|
Bungkil kedelai
|
Sisa ekstaksi minyak kedelai
|
Dikeringkan
|
PK=
46,9%
SK=5,9%
|
Protein
|
|
10
|
Tepung ikan
|
Daging
|
Dikeringkan
Digiling halus
|
PK=55%
SK=1,5%
|
Protein
|
|
11
|
Tepung kerabang telur
|
Kerabang telur
|
Dikeringkan
Digiling halus
|
Ca=51%
|
Mineral
|
|
12
|
Tepung cangkang keong
|
Cankang keong
|
Dikeringkan
Digiling halus
|
Ca=51%
|
Mineral
|
|
13
|
Kapur
|
Batuan alam
|
Dihancurkan
|
P=42%
|
Mineral
|
|
14
|
Tepung kerang
|
Kerang
|
Dikeringkan
Digiling halus
|
Ca=53%
|
Mineral
|
|
15
|
Phospat alam
|
Batuan alam
|
Dihancurkan
Digiling
|
P=60%
|
Mineral
|
|
16
|
CuSO4
|
Batuan alam
|
Dihancurkan
|
Ca=57%
|
Mineral
|
|
5.1.1.3 Pengenalan Alat
Tabel 3. Pengenalan Alat
No
|
Nama
Alat
|
Fungsi
|
Gambar
|
1
|
Destilator
|
Menguapkan
dan menangkap N
|
|
2
|
Destruktor
|
Merenggangkan
ikatan N
|
|
3
|
Kondensor
|
Menahan
uap dan mendinginkan sampel
|
|
4
|
Kompor
listrik
|
Untuk
memanaskan sample
|
|
5
|
Waterbath
|
Untuk
memanaskan sampel
|
|
6
|
Oven
|
Menguapkan
kadar air sampel
|
|
7
|
Bomb calorimeter
|
Untuk
perhitungan Gross Energy
|
|
8
|
Biuret
dan statif
|
Untuk
titrasi
|
|
9
|
Cawan
porselin
|
Tempat
menaruh sampel
|
|
10
|
Labu
didih
|
Tempat mendidihkan
air
|
|
11
|
Filler
|
Megambil
larutan
|
|
12
|
Tang
penjepit
|
Untuk
mengambil sampel
|
|
13
|
Labu
Soxhlet
|
Tempat
menaruh sampel
|
|
14
|
Timbangan
analitik
|
Untuk
menimbang sampel
|
|
15
|
Neraca
Ohaous
|
Untuk
menimbang sampel
|
|
16
|
Pipet seukuran
|
Untuk
mengambil larutan
|
|
17
|
Pipet
ukur
|
Untuk
mengambil larutan dengan skala tertentu
|
|
18
|
Pipet
tetes
|
Untuk
mengambil cairan
|
|
19
|
Spatula
|
Untuk
mengambil sampel
|
|
20
|
Autoklaf
|
Sterilisasi
|
|
21
|
Corong
|
Untuk
menungkan larutan
|
|
22
|
Tanur
|
Proses
pengabuan
|
|
23
|
Labu
Kjeldhal
|
Tempat
sampel saat destruksi
|
|
24
|
Erlenmeyer
|
Tempat
menaruh sampel
|
|
25
|
Gelas
ukur
|
Tempat
larutan dengan volume tertentu
|
|
26
|
Becker
glass
|
Tempat
larutan dengan volume tertentu
|
|
27
|
Vacuum
|
Untuk
menyedot serat kasar
|
|
28
|
Corong
Butchner
|
Tempat
untuk menyaring serat kasar
|
|
29
|
Desikator
|
Menstabilkan
suhu
|
|
30
|
Push-push
tinju
|
Wadah
aquadest
|
|
5.1.2 Uji Fisik
5.1.2.1 Daya Ambang (Floating Rate)
Bahan
:Konsentrat Kelinci (R2)
T=
1,24 detik
DA=
=
= 0,806 m/s
5.1.2.2
Sudut Tumpukan
Bahan:
Konsentrat Kelinci (R2)
T=
8,2cm
D=
21cm
ST
: Tan α =
Tan α =
Tan α = 0,78
α = 37,94o
5.1.2.3
Luas Permukaan Spesifik
Bahan
: Konsentrat Kelinci (R2)
Berat
sampel 1gram
Luas=
37,5cm2
LPS=
=
= 41 cm2/gram
5.1.2.4
Berat Jenis
Bahan
:Konsentrat Kelinci (R2)
Berat
gelas ukur = 119 gram
Berat
gelas ukur berisi sampel = 146,4 gram
BJ
=
=
= 0,274 gram/ml
5.1.3
Analisis
Proksimat
5.1.3.1
Kadar Air
x = 17,83gram y = 2 gram z = 19,63 gram
%Kadar Air = x 100%
= x 100%
= 10 %
BK = 100% - %KA
=
100 % - 10 %
= 90 %
5.1.3.2
Kadar Abu
Berat cawan = 17,83gram
Berat sampel = 2gram
Berat setelah ditanur = 17,98gram
%Kadar Abu = x 100%
=
x 100%
= 7,5%
BO = %BK - %Kadar Abu
= 90% - 7,5%= 82,5%
5.1.3.3
Protein Kasar
ml titran = 21,7 ml
N HCl = 0,1N
x = 0,1gram
%Protein Kasar = x 100%
=
x 100%
= 14,875%
5.1.3.4
Lemak Kasar
y = 1,27gram z = 1,16gram x = 1gram
%Lemak Kasar = x 100%
= x 100%
= 11%
5.1.3.5
Serat Kasar
Berat
setelah di oven = 14,61gram
Berat
setelah di tanur = 13,96gram
berat
kertas saring = 0,6 gram
berat
sampel = 1gram
%Serat
Kasar = x 100%
= x 100%
= 5%
5.1.4 Free Fatty Acid (FFA)
sampel 7,05 gr
titrasi NaOH
0,1 N sebanyak = 10 ml
berat molekul asam lemak nabati = 278
gr
% FFA
= x 100%
= x100= 3,94%
5.1.5 Gross Energy (GE)
Sampel = 0,5gram
Titrasi
Na2CO3 0,0725N
Sampel
|
Catatan
Temperatur ta
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
R2
|
27,22
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
27,24
|
Tabel 4.
Data Temperatur ta
Tabel 5.
Data Temperatur tc
Sampel
|
Catatan Temperatur tc
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
R2
|
27,33
|
27,64
|
27,77
|
27,85
|
27,89
|
27,92
|
√
|
√
|
√
|
27,92
|
Titrasi Na2CO3
= 0,5 ml,
konsentrasi = 0,0725N
Warna kuning
Air
cucian = 57 ml
ta = suhu konstan t10=27,24 ̊C
tc1 = awal
pembakaran 27,33 ̊C
tc = akhir pembakaran 27,92 ̊C
E1 =
=
= 2,85 ml
Ta
= Ketetapan (5)
Tc
= Jumlah Pembakaran x ½ = 5
E2= 0,21gram
E3= (panjang
kawat – sisa kawat) x 2,3
= (12-4) x 2,3
= 18,4
r1 =
=
= 0,136
Tb = 0,6 x (Ta + Tc)
= 0,6 x (5 + 5)
=
6
T = tc-ta – r1x |Ta-Tb|
= 27,92
– 27,24 – 0,136 x |5-6|
= 0,574
BK
= 100% - KA
= 100% - 10%
= 90%
Koreksi
Benzoat = 0,985
Hg =
=
=
= 2824,94
GE = Hg x koreksi
benzoat
= 2824,94x
0,985
= 2782,56 kalori
5.2 Pembahasan
5.2.1 Nomenklatur Hijauan, Bahan Pakan, dan Pengenalan Alat
5.2.1.1 Nomenklatur Hijauan
Perbendaharaan nama bahan makanan internasional dirancang
untuk memberi nama setiap bahan makanan setepat dan selengkap mungkin. Pemberian nama pada bahan pakan sering
digunakan untuk menghindari kesamaan antara jenis pakan yang satu dengan yang
lainnya. Nama bahan pakan ini meliputi
keterangan tentang proses yang dikerjakan oleh perusahaan atau pabrik pakan
ternak yang memuat tanggng jawab kualitas. Menurut
Hartadi (1990), pengertian nomenklatur adalah proses pemberian nama atau
menamai suatu bahan pakan baik hijauan maupun bahan lainnya berdasarkan
ciri-ciri, asal, bagian yang merupakan kararteristik bahan pakan tersebut.
Tujuan dari nomenklatur adalah untuk mempermudah dalam penggunaan bahan pakan
dan membedakan antara bahan pakan yang satu dengan yang lain.
Hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari
tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok makanan hijauan adalah bangsa rumput
(gramineae), leguminose dan hijauan. Makanan hijauan disebut makanan kasar.
Hijauan dapat diberikan pada ternak ada 2 macam yaitu hijauan segar dan hijauan
kering. Ternak sapi, kerbau, domba dan kambing yang diberi makanan hijauan
sebagai makanan tunggal masih bisa mempertahankan hidupnya, bahkan mampu tumbuh
baik dan berkembang biak. Kebutuhan hijauan pakan pada setiap jenis hewan
berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan alat pencernaan (AAK,1980).
5.2.1.2
Pengenalan Bahan Pakan
Menurut Hartadi (1990), pengertian nomenklatur adalah
proses pemberian nama atau menamai suatu bahan pakan baik hijauan maupun bahan
lainnya berdasarkan ciri-ciri, asal, bagian yang merupakan kararteristik bahan
pakan tersebut. Tujuan dari nomenklatur adalah untuk mempermudah dalam
penggunaan bahan pakan dan membedakan antara bahan pakan yang satu dengan yang
lain.
Menurut Pemberian nama bahan makanan secara internasional
meliputi :
1.
Asal mula
Merupakan sumber material induk (asalnya) dari hewan atau
tanaman mineral dan obat-obatan meliputi nama ilmiah atau nama latin.
2.
Bagian
Bagian mana yang digunakan sebagai pakan misalnya akar, batang,
daun.
3.
Proses
Proses yang dialami oleh bagian tadi yang digunakan
sebagai bahan makanan misalnya dipanaskan, fermentasi atau digiling.
4.
Umur atau tingkat kedewasaan
Memberikan informasi tentang kedewasaan, muda atau tua
(karena pengaruh terhadap kandungan nutrisi).
5.
Defoliasi
Hanya untuk hijauan, dapat mencerminkan nutrisi.
6.
Grade
Beberapa bahan pakan ternak yang diperdagangkan diberi
grade resmi berdasarkan komposisi.
Pengolahan minyak kelapa murni menghasilkan produk
sampingan berupa ampas kelapa. Ampas kelapa yang dihasilkan masih memiliki
kandungan nutrisi yang cukup tinggi terutama protein. Hal ini menyebabkan ampas
kelapa berpotensi untuk diolah menjadi pakan. Salah satu cara yang dapat
dipergunakan untuk mengelola ampas kelapa menjadi pakan adalah dengan
fermentasi. Bahan
pakan sumber mineral dapat digunakan dalam ransum atau dijual dalam bentuk
gilingan kasar (grift), tepung mentah atau tepung hasil proses pembakaran.
Bentuk gilingan kasar biasanya digunakan dalam ransum ternak unggas, karena dapat
berfungsi ganda yaitu sebagai sumber mineral dan sebagai bahan untuk membantu
pencernaan di dalam empedu (Khalil,
1997).
5.2.1.3
PengenalanAlat
Praktikum
ini merupakan pengenalan alat-alat laboratorium yang dapat membantu dalam
menganalisa kandungan nutrisi yang terdapat di dalam suatu bahan pakan.
Alat-alat laboratorium yang digunakan dalam menganalisis zat nutrisi pada bahan
pakan terdiri atas kurang lebih 22 alat. Pengenalan alat-alat laboratorium itu
sendiri bertujuan agar praktikan dapat mengetahui cara dan seluk beluk alat
untuk menghindari kesalahan dalam penggunaan alat-alat laboratium tersebut.
Alat laboratorium kimia merupakan benda yang digunakan dalam kegiatan di
laboratorium kimia yang dapat dipergunakan berulang-ulang kali. Contoh alat laboratorium
kimia ; pembakar spiritus, thermometer, tabung reaksi, gelas ukur, jangka
sorong, dan lain sebagainya. Alat yang digunakan secara tidak langsung di dalam
praktikum merupakan alat bantu laboratorium, seperti pemadam kebakaran dan
kotak pertolongan pertama (Widhy, 2009).
Pelaksanakan
praktikum, sebaiknya praktikan terlebih dahulu mengetahui kegunaan dari
alat-alat laboratorium yang akan digunakan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kesalahan atau ketidaktepatan dalam menganalisis. Pengenalan sifat dan jenis
dari alat-alat laboratorium akan memudahkan dalam cara penggunaannya, yakni
cara pencampuran, mereaksikan, pemindahan atau transportasi, dan penyimpanan.
Pengetahuan tentang nama dan kegunaan alat dan bagaimana cara penggunaannya
juga sangat penting untuk diketahui.
Laboratorium kimia sebagai uji mutu membutuhkan alat-alat laboratorium yang
memiliki ketelitian dan kepekaan cukup tinggi. Laboratorium kimia sebagai
laboratorium penelitian dan pengembangan membutuhkan alat-alat laboratorium
yang sesuai dengan penelitian yang sedang dikembangkan, yang tentunya
disesuaikan dengan perkembangan jaman. Laboratorium kimia sebaagai tempat pendidkan
memberikan gambaran secara nyata atau pengalaman langsung bagi pemakainya.
Untuk itu juga diperlukan alat-alat yang mampu mendeteksi sesuatu yang sedang
diamati sesuai dengan kenyataan yang ada (Isana, 1996).
Alat-alat laboratorium juga membutuhkan pemeliharaan dan
penyimpanan yang baik agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Budimarwanti (2010) menyatakan bahwa pemeliharaan dalam hal ini bukan
berarti alat disimpan dengan baik, sehingga alat selalu utuh, akan tetapi alat
tetap dipergunakan dan agar tahan lama, tentunya perlu dilakukan perawatan
sehingga alat-alat tersebut tahan lama atau awet. Jadi, yang dimaksud dengan
pemeliharaan atau perawatan alat-alat atau menjaga keselamatan alat adalah
menyimpan pada tempat yang aman, perawatan termasuk menjaga kebersihan,
penyusunan dan penyimpanan alat-alat yang berbentuk set, dan menghindari
pengaruh luar atau lingkungan terhadap alat.
5.2.1
Uji Fisik
5.2.2.1
Daya Ambang
(Floating Rate)
Daya ambang adalah
jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke
bawah dalam jangka waktu tertentu. Daya ambang diperoleh dengan
cara menjatuhkan bahan atau sampel dari nampan dengan ketinggian 1 meter dan
dihitung waktunya menggunakan stopwatch. Dengan menggunakan rumus jarak dibagi
waktu, maka diperoleh nilai daya ambang, yaitu 0,806 m/s.
Cara kerja pada praktikum yang
telah dilaksanakan sesuai dengan pernyataan Jaelani dan Firahmi (2007) bahwa
daya ambang (floating rate) diukur
dengan cara menjatuhkan 10 gram partikel bahan pada ketinggian 3 meter dari
dasar lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang dibutuhkan sampai
mencapai lantai dengan menggunakan stopwatch. Lantai tempat jatuhnya bahan
diberi alas dengan alumunium foil untuk memudahkan pengamatan saat bahan jatuh.
Diupayakan pengaruh udara agar diperkecil, yaitu dengan menutup setiap lubang
yang memungkinkan angin masuk (ventilasi, jendela, pintu). Daya ambang dihitung
dengan cara membagi jarak jatuh (meter) dengan lamanya waktu yang dibutuhkan
(detik).Menurut Khalil (1997), daya ambang berperan terhadap efisiensi
pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat penghisap (pneumatic vacum) dan pengisian silo yang
menggunakan gaya gravitasi dengan daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan
partikel bahan dengan ukuran yang lebih besar akan jatuh terlebih dahulu.
5.2.2.2 Sudut Tumpukan (Angle of Response)
Praktikum mengenai sudut tumpukan (angle
of response) diperoleh hasil sudut tumpukan 37,96o. Hasil
sudut tumpukan diperoleh dari tinggi bidang yang terbentuk dibagi dengan
diameternya.Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk oleh permukaan bidang
miring bahan yang dicurahkan membentuk garis dalam bidang horizontal. Sudut
tumpukan berfungsi untuk menentukan kemampuan mengalir suatu bahan efisiensi
pada pengangkutan secara mekanik. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan
bergerak suatu partikel pakan dalam tumpukan dimana makin tinggi tumpukan maka
kebebasan partikel untuk bergerak semakin berkurang (Noordiyansyah, 2007).
Bahan dengan
sudut tumpukan tinggi akan semakin efisien dalam pengangkutan karena kapasitas
bahan tersebut yang terangkut melebihi kapasitas alat angkut, sehingga
kemungkinan tercecer sepanjang jalan. Bahan pakan dikelompokan berdasarkan
sifat bahan dalam penanganan atas dasar pengangkutan dan hubungannya dengan
sudut tumpukan adalah sebagai berikut; rendah (21-29), sedang (30-39), tinggi
(40-49). Dedak padi
tergolong tinggi
dalam cara pengangkutannya karena memiliki nilai sudut tumpukan sebesar 41,020
(Kartadisastra, 1994).
5.2.2.3 Luas Permukaan Spesifik (LPS)
Luas permukaan spesifik suatu
bahan pakan diperoleh dengan cara pakan yang ditimbang diletakkan di atas
milimeter blok, kemudian diukur dengan cara menghitung kotak-kotak yang
tertutupi oleh bahan atau sampel pakan tersebut. Menurut Rahardjo (2001),
luas permukaan spesifik suatu bahan pakan pada suatu berat tertentu selalu
berbeda. LPS adalah bahan pakan pada berat tertentu, peran luas spesifik untuk
mengetahui tingkat kehalusan bahan pakan tanpa diketahui distribusi partikel
secara keseluruhan.Hasil luas spesifik pemukaan yang diperoleh dari praktikum
adalah 41 cm2/gr.
5.2.2.4 Berat Jenis (Density)
Pengujian
berat jenis bahan pada praktikum ini, diperoleh hasil untuk berat jenis, yaitu
0,274
gr/ml. Sutardi (2002)
menyatakan bahwa berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap
volume dan memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan,
penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis mempengaruhi kerapatan tumpukan dengan
daya imbang homogenitas dan stabilitas kecepatan. Selain itu, peran berat jenis
suatu bahan, yaitu menentukan kecepatan bahan.
Perbedaan nilai berat jenis selain
dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik permukaan partikel, juga dipengaruhi
oleh kandungan nutrisi bahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Khalil (1997), yang
menyatakan bahwa adanya variasi dalam nilai BJ dipengaruhi partikel dan
stabilitas suatu campuran pakan. Ransum yang tersusun dari bahan pakan yang
memiliki perbedaan berat jenis cukup besar, akan menghasilkan campuran tidak
stabil dan mudah terpisah kembali.
5.2.3 Analisis Proksimat
5.2.3.1 Kadar Air
Bahan
pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan mengandung air
dengan kadar yang berbeda antar jenis bahan pakan. Tinggi rendahnya kadar air
mempengaruhi kebutuhan hewan akan air minum. Jika, ransum pakan hanya sedikit
mengandung air, maka lebih banyak air yang diminum oleh hewan tersebut.
Banyaknya air yang terkandung pada suatu bahan pakan dapat diketahui jika bahan
pakan tersebut dipanaskan pada temperatur 105 ̊C. Terjadi penguapan air maka
ukuran berat dari bahan pakan menjadi berkurang. Ukuran berat sebelum
dipanaskan dan sesudah dipanaskan dicari selisihnya, maka beratnya sama dengan
berat air.
Berdasarkan data hasil praktikum, kadar air yang
diperoleh setelah dilakukan perhitungan menggunakan sampel konsentrat kelinci
(R2) adalah 10%. Setelah diketahui kadar airnya, maka dapat diketahui pula
berat kering dari sampel tersebut. Berat kering diperoleh dengan cara
menghitung 100% dikurangi persentase kadar air, sehingga berat kering dari
konsentrat kelinci (R2) adalah 92,5%. Menghitung kadar air dapat digunakan
beberapa metode. Menurut Hernawati (2007) bahwa metode untuk menghitung kadar
air menggunakan oven. Meted pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk
sebagian besa bahan pakan.
5.2.3.2 Kadar Abu
Perhitungan
kadar abu diperoleh dengan cara menghitung berat sampel setelah ditanur
dikurangi dengan berat caawan, kemudian dibagi berat sampel dan setelah itu
dikalikan 100%. Maka hasil kadar abu adalah 7,5%. Suatu bahan pakan bila
dipanaskan sampai dengan suhu 600oC, maka semua zat organikakan
teroksidasi menjadi CO2, H2O dan gas-gas lainnya, yang
pada akhirnya yang tertinggal adalah zat-zat anorganik atau abu.
Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Hernawati (2007), bahwa kandungan abu
ditentukan dengan cara membakar dalam tanur pada suhu 600oC. Maka
sisanya adalah abu dan dianggap mewakili bagian anorganik pakan. Bahan pakan
yang berasal dari hewan kadar abunya berguna untuk indikasi kadar kalsium dan
fosfor.
5.2.3.3
Protein Kasar
Penentuan
kadar protein dilakukan melalui metode kjeldhal dengan tiga tahapan utama,
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada praktikum ini, kadar protein
diperoleh, yaitu 14,875%.
Arief (2008),
melaporkan dalam jurnalnya bahwa kandungan protein kasar secara tidak langsung
dapat ditingkatkan oleh mikroba yang merupakan sel tunggal.
Protein
kasar merupakan nutrisi yang penting dalam menyusun ransum pada ternak
ruminansia. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengganti sel yang
rusak. Penetapan
kebutuhan protein sehari-hari pada unggas yang sedang tumbuh terdiri atas (1)
protein yang diperlukan untuk pertumbuhan jaringan, (2) protein untuk hidup
pokok, dan (3) protein untuk pertumbuan bulu. Unggas yang sedang berproduksi,
penetapan kebutuhan protein juga mempertimbangkan kebutuhan untuk sintesis
telur (Sutardi dkk, 2002).
Hasil
dari praktikum ini, kadar protein kasar diperoleh dengan cara
ml titran dikalikan N HCl dikalikan 0,014 dikalikan lagi dengan 6,25 dibagi
dengan berat sampel, kemudian dikalikan dengan 100%. Sampel yang digunakan
adalah konsentrat konsentrat
kelinci (R2). konsentrat
kelinci (R2) merupakan hasil pencampuran dari tepung ikan, bekatul,
tepung roti afkir, tepung daun lamtoro, bungkil kelapa, tepung cangkang telur,
dan mineral itik. Beberapa dari bahan penyusunnya termasuk ke dalam klasifikasi
klas kode 5, yaitu sebagai sumber protein yang mempunyai kandungan protein
kasar lebih dari 20%.
Sehingga membuat ransum tersebut kaya akan protein.
5.2.3.4
Lemak Kasar
Praktikum
analisis lemak kasar dimulai dengan menyiapkan waterbath dan pandingannya. Labu erlenmeyer
yang sudah bersih dari lemak dikeringkan dan di oven pada suhu 105 ̊C,
ekstraksi dilakukan dengan petroleum benzen
yang akan bekerja melarutkan lemak, sehingga berkurangnya berat sampel
merupakan lemak yang terkandungpada sampel. Ekstraksi dilakukan sampai cairan
pada soxhlet berwarna bening, kemudian di oven samapi kering lalu di stabilkan
suhunya pada desikator. Sampel ditimbang beratnya, setelah itu dilakukan
perhitungan kadar lemak dan hasil yang didapat berdasarkan praktikum adalah 11%.
Menurut Suparjo (2010) yang
menyatakan bahwa kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan
metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan pakan dalam tabung soxhlet
dengan menggunakan pelarut lemah. Praktikum pengujian kadar lemak kasar ini,
sesuai dengan pernyataan Suparjo bahwa kadar lemak kasar dapat ditentukan
dengan metode soxhlet dan menggunakan pelarut lemah, yaitu petroleum benzene.
5.2.3.5
Serat Kasar
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, kadar serat kasar diperoleh dengan cara
menghitung berat sampel setelah di oven dikurangi berat sampel setelah ditanur
dikurangi lagi dengan berat kertas, kemudian dibagi dengan berat sampel dan
setelah itu dikalikan 100%. Hasil perhitungan kadar serat kasar diperoleh,
yaitu 5%.
Cara
kerja pada praktikum pengujian kadar serat kasar sesuai dengan pernyataan
Reksohadiprojo, dkk
(1991) yang menyatakan bahwa sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring
dapat dipakai untuk mendapatkan serat kasar. Sampel bila ditambah 50ml larutan asam sulfat dan dipanaskan kurang
lebih selama 30 menit, kemudian residu disaring. Endapan yang didapat ditambah 25ml larutan NaOH dan
dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan yang didapat dicuci,
dikeringkan, dan ditimbang, lalu dibakar dan abunya ditimbang. Perbedaan antara
berat endapan sebelum dibakar dan berat abu disebut serat kasar.
Bahan
pakan yang bebas air dan lemak, maka sebagian akan larut apabila direbus dengan
asam lemah dan basa lemah. Sisa bahan organik yang tidak larut, kemudian
ditempatkan di dalam crussible dan
dibakar, sisanya merupakan serat kasar. Kadar serat kasar di setiap bahan pakan
berbeda-beda kandungannya tergantung dari jenis pada bahan pakan tersebut,
seperti jenis leguminosa dan gramineae.
Serat kasar merupakan bagian
dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah
didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi
yang terkontrol. Serat kasar yang terdapat dalam pakan sebagian besar tidak
dapat dicerna pada ternak non ruminansia, namun dugunakan secara luas pada
ternak ruminansia. Sebagian besar berasal dari sel dinding tanaman dan
mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
5.2.4 Free Fatty
Acid (FFA)
Praktikum
pengujian kadar asam lemak bebas (FFA) diperoleh kadarnya sebesar 3,94%.Sampel yang digunakan
adalah konsentrat kelinci
(R2) sebanyak 7,05gram. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam
erlenmeyer, kemudian ditambah 25 ml alkohol dan direfluk sampai 15 menit
setelah mendidih. Setelah itu cairan disaring menggunakan kertas whatman dan
diambil sebanyak 10 ml. Larutan hasil penyaringan diberi dua tetes indikator
Phenopthalein (PP), lalu dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N sampai larutan
berwarna merah muda.
Kebanyakan
asam-asam lemak mempunyai satu gugus karboksil (COOH) dan sebuah ikatan
alifatik atau rantai karbon tak bercabang. Atom-atom karbon pada rantainya
mungkin jenuh dan tidak jenuh yang
berakibat ada ikatan rangkap, misalnya :
H H H
H
H H
Mungkinterdapat
satu atau lebih ikatan rangkap dan
apabila ada satu, dua, tiga atau banyak ikatan rangkap, maka istilah yang
dipakai adalah monene, diene, triene, dan polyene, kesemuanya untuk menunjukkan
asam-asam lemak dengan ikatan rangkap berbeda dan bermacam tersebut (Reksohadiprodjo,dkk 1991).
Free Fatty Acid (FFA) atau asam lemak terbang
adalah lemak yang tidak bergabung dengan gliserol. Lemak yang kadar asam lemak
bebasnya tinggi berakibat hidrolisisnya tidak rendah kadar gizinya. Asam lemak
bebas tidak menurunkan fungsi antioksidan karena anti oksidan tersebut
melindungi lemak asam sama halnya seperti melindungi asam-asam amino
(Anggroadi, 1994).
Lemak adalah senyawa organik
kompleks yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik melalui
ekstraksi eter. Lemak juga sering diistilahkan dengan fat, lipid, minyak, atau
lemak kasar. Namun demikian, istilah lipid pengertiannya lebih luas karena
mencakup sterol, lilin, fosfolipid, dan sfingomielin. Bebasnya jenis vitamin
juga terlarut dalam lemak, yaitu vitaminA, D, E, dan K (Lukito dan Prayogo, 2007).Menurut
Buwono (2010) melaporkan bahwa lemak dalam metabolisme berkaitan aktivitas
protein. Sebagai contoh, apabila kadar protein dalam ransum diturunkan dari 50%
menjadi 35% dan kadar lemak pada ransum yang sama dinaikkan dari 15% menjadi
20%, maka jumlah protein yang terserap jaringan tubuh akan mengalami
peningkatan.
5.2.5 Gross Energy (GE)
Analisis
kadar energi adalah usaha untuk mengetahui kadar energi bahan baku pakan, dalam
analisis biasanya ditentukan energinya dahulu. Energi membuat ternak sanggup
untuk melakukan suatu pekerjaan dan proses-proses produksi. Semua bentuk
produksi energi yang diubah ke dalam panas, sehingga energi yang ada
hubungannya dengan proses-proses tubuh dinyatakan dalam kalori. Satu kalori
adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikan suhu satu gram air murni
sebesar satu derajat celcius dari 14,5 ̊C menjadi 15,5 ̊C.Makfoeld dkk (2002)
menyatakan bahwa energi total (gross energi) energi potensial total dalam
makanan sebagaimana ditentukan denganbombkalorimeter, sebagian
atau seluruh energi tersebut mungkin dapat dimanfaatkan. Berdasarkan pernyataan
tersebut, gross energi atau energi total dapat hilang baik karena dimanfaatkan
atau karena tidak dimanfaatkan.
Praktikum
gross energy
kali ini menghasilkan perhitungan gross energy,
yakni 2782,56
kalori. Ketika melakukan pangatmatan gross energi dibutuhkan ketelitian,
terutama pada saat mencatat dan menentukan suhu konstan karena hal tersebut
akan mempengaruhi hasil perhitungan nantinya. Juga dibutuhkan kehati-hatian
dalam menggunakan alat dan bahan pada saat pengamatan dilakukan.
Prinsip
dari pengukuran energi atau gross energy
adalah konversi energi dalam pakan (karbohidrat, lemak, protein) menjadi energi
panas dengan cara oksidasi zat makanan tersebut melalui pembakaran. Nilai
energi total/bruto/gross energy tidak
menunjukkan apakah energi itu tersedia untuk ternak atau tidak tersedia,
tergantung dari kecernaan bahan pakan tersebut (Hernawati, 2007).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
1.
Nomenklatur atau pemberian nama pada bahan pakan
bertujuan untuk membedakan ciri dan menyamakan persepsi suatu bahan dan
menghindari dari duplikasi nama.
2.
Pemberian nama bahan makanan (nomenklatur) secara
internasional dibagi menjadi enam fase yakni asal mula, bagian yang digunakan,
proses yang dialami, umur kedewasaan, defoliasi, dan grade.
- Hijauan adalah pakan yang dihasilkan oleh tanaman yang dapat diberikan
pada ternak dan disukai ternak untuk keperluan kesehatan, hidup pokok,
produksi dan reproduksi.
- Ada empat sumber hijauan, yaitu gramineae, cyperaceae, leguminosa, dan
ramban (browse).
- Penggunaan alat-alat laboratorium antaralain dalam penimbangan,
penyaringan, pengukuran volume cairan, melarutkan zat padat, pemijaran dan
pengabuanserta pengeringan.
- Pengenalan alat berfungsi untuk mengetahui bagian-bagian alat serta
fungsinya.
- Uji fisik terdiri dari Sudut Tumpukan, Berat Jenis, Daya
Ambang, dan Luas Permukaan Spesifik.
- Uji fisik bahan pakan bermanfaat untuk mempermudah penanganan dalam
pengangkutan, pengolahan, menjaga homogenitas dan stabilitas saat
pencampuran.
- Sudut tumpukan dapat mempengaruhi faktor homogenitas.
- Daya ambang berperan/berfungsi dalam efisiensi pengangkutan atau
pemindahan.
- Pengukuran berat jenis bermanfaat sebagai pembanding antara berat
bahan pakan dengan volume ruang yang akan ditempati.
- Analisis proksimat adalah suatu metode
terdekat untuk menganalisis dan menggolongkan komponen yang ada
pada makanan.
- Analisis proksimat melalui analisis kadar air, bahan kering, lemak
kasar, protein kasar, serat kasar, dan kadar air.
- Analisa proksimat menggolongkan bahan pakan berdasarkan komposisi
kimia yaitu kadar abu, kadar air, kadar protein kasar, kadar lemak dan
kadar serat kasar.
- Analisis proksimat memiliki kelebihan yang utama yaitu menghasilkan
analisis secara garis besar dari pakan yang bersangkutan, sedangkan
kelemahannya ada pada prosesnya yang membutuhkan waktu yang cukup lama.
- Free Fatty Acid (FFA)
dilakukan untuk mengetahui kadar asam lemak bebas di dalam bahan pakan.
- Asam lemak bebas biasa menyebabkan bahan pakan cepat tengik.
- Energi total (Gross Energi) adalah jumlah energi kimia yang ada dalam
makanan dengan mengubah energi kimia menjadi energy panas dan diukur
jumlah panas yang dihasilkan.
- Gross Energi dilakukan untuk mengetahui beberapa
energy kimia yang dapat terbentuk dari suatu pakan.
6.2
Saran
1.
Praktikan harus lebih teliti dalam mengamati alat dan
bahan yang telah disediakan, teliti dalam mengukur sudut tumpukan, BJ, daya
ambang, dan LPS sehingga diperoleh hasil yang optimal dan tidak terjadi kesalahan saat praktikum.
2.
Hendaknya asisten ketika memberikan penjelaskan materi
ataupun cara kerjanya memberikan keterangan yang lebih jelas sehingga praktikan
tidak kesulitan atau binggung dan kesalahan dalam mengukur dapat diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1980. Hijauan Makanan
Ternak. CV. Yasaguna. Jakarta.
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta :
Universitas Indonesia Press
.
Arief, Muhammad, dkk. 2008. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Pakan Buatan yang
Difermentasi dengan Probiotik. Surabaya : Universitas Airlangga
.
Askar, Surayan dan Darwinsyah Lubis. 1985. Penuntun
Analisa Bahan Pakan.Bogor : Lab. Makanan Teranak Balai Penelitian Ternak.
Bamualim, A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Perah di Nusa
Tenggara Timur.Prosiding Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil – Hasil
Penelitian Peternakan dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai
Penelitian Ternak Lili / Balai Informasi Pertanian Noelbaki. Kupang.
Budimarwanti, C.2010.Pengelolaan
Alat dan Bahan di Laboratorium Kimia.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, DIKTI.
Buwono, Ibnu Dwi. 2010. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan. Jakarta : PT
Gramedia
Hartadi, H. 1990. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Hendrayono,
DP. 1994. Teknik Kultur Jaringan.Kanisius.
Jakarta.
Hernawati. 2007. Teknik Analisis Nutrisi Pakan, Kecernaan
Pakan dan Evaluasi Energi Pada Ternak. FMIPA UPI: Bandung.
Isana, SYL. 1996. Metode
“Interfacing” dalam Laboratorium Kimia : Suatu Upaya Peningkatan Mutu dan
Produktivitas Penelitian. Cakrawala Pendidkan Edisi Khusus Dies.
Jaelani, Achmad, dan Firahmi, Noordiyansyah. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi
Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO).
Kalimantan : Universitas Islam Kalimantan.
Kartadisastra. 1997. Pengelolaan Pakan Ayam.
Yogyakarta : Kanisius.
Khalil. 1997. Pengolahan
Sumber Daya Bahan Makanan Ternak. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Lubis, DA. 1983. Ilmu Makanan Ternak. PT. Pembangunan. Bogor.
Lukito, Agung dan Proyogo, Surip. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar.Bogor
: Swadaya.
Makfoeld, Djarir., dkk. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi.
Yogyakarta : Kanisius.
Noordiyansyah. 2007. Uji
Fisik Ransum Ayam Broiler Bentuk Pellet yang Ditambahkan Perekat Onggok Melalui
Proses Penyemprotan Air. Bogor : IPB.
Prasetyo, A., T. Herawati, dan Muryanto. 2006. Produksi
dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan Subtitusi Ternak Ruminansia Kecil
Di Kabupaten Brebes. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner,
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Ungaran.
Rahardjo,
T. 2001. Ilmu Teknologi Bahan Pakan.
Purwokerto : UNSOED.
_________. 2004. Bahan
Pakan dan Formulasi Ransum. Purwokerto : Fapet Unsoed.
Rasyaf,
M.1990. Bahan Makanan di Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Reksohadiprojo, Soedomo, dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Suhaidi.
1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Suparjo.
2010. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum.
Jambi : Universitas Jambi
Sutardi, Tri R., W. Suryapratama, Munasik, dan T.
Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Tillman, A.D. 1984. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tillman, A.D. 1991. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widhy, Purwanty. 2009. Alat dan Bahan Kimia dalam Laboratorium IPA. Yogyakarta : FMIPA
UNY.