-mempublish kembali makalah-makalah tentang peternakan. Kali ini tentang teknik pemotongan hewan di RPH.
|
PEMOOTONGAN HEWAN
Atau lihat videonya
|
“Teknik Pemotongan Hewan di RPH”
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah akhir praktikum mata kuliah Ilmu Ternak Potong ini tanpa hambatan berarti.
Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata kuliah Ilmu Ternak Potong yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran. Terima kasih penyusun sampaikan kepada koordinator asisten dan asisten kelompok satu, Sugeng Riyadi, serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah akhir ini.
Kemampuan maksimal dan usaha yang keras telah dicurahkan dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Semoga usaha yang telah dilakukan tidak sia-sia dan mendapatkan hasil yang baik.
Akhirnya, penyusun menyadari bahwa laporan akhir yang telah disusun ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun baik lisan maupun tulisan sangat diharapkan.
1.1
Latar belakang
Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan bangunan yang sengaja dibangun sebagai tempat pemotongan hewan ternak besar seperti sapi, dll. Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan sumber daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani, agar mutu dan kualitas daging yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditentukan maka Rumah Potong Hewan harus memiliki ijin dari pemerintah setempat.
Rumah Potong Hewan memiliki konstruksi khusus yang terdiri dari beberapa ruangan, antara lain ruangan utama yaitu ruangan dimana ternak disembelih, selain itu RPH juga harus memilki sarana dan prasarana yang lengkap, peralatan , letaknya strategis atau dekat dengan pemasaran tapi harus jauh dari pemukiman penduduk agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat.
Pemotongan sapi dilakukan di Rumah Potong Hewan karena untuk menstandarisasi daging yang akan dikonsumsi. Dengan proses pemeriksaan kesehatan ternak sebelum di potong dan pemberian cap bahwa daging telah melewati pemotongan di Rumah Potong Hewan. Proses pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan dilakukan oleh petugas yang terampil, menggunakan semi modern, sehingga mampu memotong puluhan ternak saat waktu pemotongan. Walaupun begitu, petugas tetap memegang kendali penuh atas proses pemotonganya. Dari Rumah Potong Hewan yang dikunjungi, bisa diketahui bagaimana standar pelaksanaan pemotongan yang baik, untuk kemanan pangan from stable to table.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui syarat-syarat pemotongan ternak di RPH
1.2.2 Mengetahui tata cara pemotongan di RPH
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1 Syarat-syarat pemotongan
hewan di RPH
1.3.2 Tata cara
pemotongan di RPH
PEMBAHASAN
Pemotongan ternak dilakukan di suatu tempat khusus untuk pemotongan ternak yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu di Rumah Potong Hewan. Persyaratan atau peraturan mengenai pemotongan hewan dimaksudkan untuk melindungi hewan dari kekejaman yang tidak semestinya, tetangga-tetangga dari gangguan dan konsumen dari daging yang berasal dari hewan yang dipotong dan ditangani secara tidak sehat atau dijual tanpa pemeriksaan (Williamson dan Payne, 1993).
2.1 Syarat syarat pemotongan ternak
Syarat penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1998).
Sebelum melakukan pemotongan atau penyembelihan pada hewan ternak, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain :
a. Ternak yang akan dipotong harus dalam kondisi sehat, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan atau mantri hewan yang berwenang. Yang dimaksud dengan ternak sehat, yaitu ternak tersebut tidak menderita sakit, baik oleh penyakit yang menular maupun penyakit yang tidak menular. Ternak yang sakit tersebut dapat disembelih dengan beberapa syarat sebagai berikut :
1) Pada penyakit mulut dan kuku (“Apthae epizootica”), setelah ternak disembelih, maka bagian organ dalam, kepala bagian mulut, lidah dan kaki harus direbus sebelum diedarkan atau diperdagangkan.
2) Pada penyakit surra ternak harus dipotong pada waktu malam hari, karena penyakit tersebut dapat ditularkan oleh lalat.
3) Pada penyakit anthraks, setelah ternak disembelih, harus secepatnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur yang dalam pada lokasi yang jauh dari pemukiman maupun tempat pemeliharaan ternak.
b. Disitirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan. Ternak harus tidak dalam keadaan lelah atau habis dipekerjakan, hal ini berhubungan dengan penampilan karkas yang akan dihasilkan.
c. Ternak yang akan disembelih harus sudah tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit. Yang dimaksud dengan ternak yang sudah tidak produktif, yaitu ternak betina yang sudah tidak dapat menghasilkan anak (tua) dan ternak betina yang tidak dapat bunting (manjir). Ternak yang tidak dipergunakan sebagai bibit, yaitu ternak jantan yang tidak dipergunakan sebagai pejantan atau bibit.
d. Disertai surat kepemilikan. bukti pembayaran retribusi/pajak potong, surat ijin potong.
e. Dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang paling lama 24 jam sebelum penyembelihan.
2.2 Tata cara pemotongan hewan
Pada dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu teknik pemotongan secara langsung dan teknik pemotongan tidak langsung, Pemotongan secara langsung ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesophagus. Pemotongan ternak secara tidak langsung ialah ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan stunning dan ternak telah benar-benar pingsan. (Soeparno, 1998).
Mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas. Proses penyembelihan meliputi proses perlakuan sebelum pemotongan, teknik penyembelihan dan pengeluaran darah, sedangkan proses penyiapan karkas meliputi beberapa kegiatan, antara lain pemisahan bagian kepala dan kaki, pengulitan, pembelahan dada dan pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, dan pendinginan karkas
2.2.1
Proses Penyembelihan
Pada penyembelihan secara tidak langsung dilakukan stunning terlebih dulu. Proses stunning dilakukan dengan maksud untuk memudahkan pelaksanaan penyembelihan ternak, agar ternak tidak tersiksa dan terhindar dari resiko perlakuan kasar dan kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik, karena pada waktu menjatuhkan, ternak tidak banyak terbanting atau terbentur benda keras, sehingga terjadinya cacat pada kulit atau memar pada karkas dapat dihindarkan seminimal mungkin.
Pemingsanan stunning ternak yang akan dipotong dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Dengan alat pemingsan atau yang lazim disebut knocker.
b. Dengan senjata pemingsan atau yang lazim disebut stunning Gun atau captive bolt, yaitu suatu tongkat yang bekerja di dalam suatu silinder yang diaktifkan oleh suatu muatan yang eksplosif yang menyerupai selongsong kosong ditembakkan oleh suatu tekanan,
c. Dengan cara pembiusan menggunakan karbondioksida, terutama untuk proses pemotongan sapi muda calf atau veal.
d. Dengan menggunakan arus listrik stroom pada bagian bibir sapi (Ensminger, 1991; Blakely and Bade, 1992).
Sapi yang telah pingsan kemudian dibawa ke ruang pemotongan. Proses penyembelihan di Indonesia umumnya dilakukan secara manual melalui pemutusan sebagian kulit, otot, arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan esofagus dengan menggunakan pisau potong, serta ternak dihadapkan ke arah kiblat, sehingga bagian kepala ternak ada di sebelah selatan dan ekor disebelah utara. Pemotongan secara manual ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan halal dari produksi daging yang dihasilkan.
2.2.2 Pengeluaran darah
Proses pengeluaran atau bleeding, yaitu penusukan leher ke arah jantung dengan menggunakan pisau khusus. Pengeluaran darah merupakan faktor penting karena darah merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisma dan hal ini mempengaruhi mutu karkas ( Natasasmita, 1987). Selain itu menurut Swatland (1984) serta Williamson dan Payne (1993), proses pengeluaran darah yang sempurna sangat penting guna menghasilkan daging dan kulit yang mempunyai mutu penyimpanan baik, karena pengeluaran darah yang tidak sempurna selama proses penyembelihan akan menyebabkan lebih banyak residu darah yang tertinggal di dalam karkas, sehingga daging yang dihasilkan berwarna lebih gelap dan lemak daging dapat tercemar oleh darah.
Agar pengeluaran darah dapat berlangsung sempurna maka sapi yang telah mengalami penyembelihan di gantung pada gantungan atau conveyor. Penggantungan dilakukan dengan jalan pengikatan bagian atas tumit salah satu kaki belakang dengan tali tambang yang telah dihubungkan dengan penggantung di conveyor, sehingga sapi tergantung dalam posisi terbalik dan diharapkan darah cepat mengalir keluar melalui pembuluh nadi dan vena yang telah terputus sewaktu penyembelihan.
Untuk mengetahui bahwa ternak sapi yang telah disembelih telah benar-benar mati, maka dapat dilakukan tiga macam uji coba, yaitu uji coba terhadap reflek mata, uji reflek kaki dan uji reflek ekor. Uji coba reflek mata dilakukan terhadap pelupuk mata apakah masih bergerak atau tidak. Uji coba reflek kaki dilakukan dengan memukul persendian kaki atau dengan memijit sela-sela kuku, bila masih terjadi gerakan atau konstraksi terkejut, maka ternak masih hidup. Uji coba reflek ekor dilakukan dengan cara membengkokkan ekor, apabila sudah tidak ada gerakan berarti ternak sudah mati.
2.2.3 Penyiapan Karkas ( Carcasing )
Hasil pemotongan ternak ruminansia besar dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian yang disebut karkas dan non karkas atau yang lazim disebut offal yang terdiri dari kulit, kepala, keempat kaki bagian bawah mulai dari tulang tarsus dan carpus serta jeroan.
Selama proses penyiapan karkas, ternak yang telah dipotong digantung pada gantungan karkas hook. Penggantungan biasanya dilakukan pada bagian tendo archiles, yaitu pada sela-sela tulang pada kedua paha belakang. Menurut Natasasmita (1987) Penggantungan pada bagian ini akan menyebabkan daging menjadi lebih empuk pada bagian has dalam fillet atau tender loin.
secara umum proses penyiapan karkas meliputi kegiatan sebagai berikut :
2.2.3.1 Pemisahan Kepala dan Keempat Kaki
Pemisahan bagian kepala dari tubuh ternak dilakukan pada bagian bekas pemotongan atau penyembelihan, dan yang terbaik dilakukan pada bagian sambungan antara tulang leher dengan tulang kepala (tulang atlas), sehingga bagian leher tidak banyak terbuang dari karkas (Undang, 1995).
Pemotongan keempat kaki ternak yang telah disembelih dilakukan pada bagian persendian tulang kanon, yaitu sambungan tulang lutut di daerah benjolan tarsus untuk kaki belakang dan pada sambungan tulang siku di daerah benjolan tulang carpus untuk kaki depan.
Pada pemotongan kedua kaki belakang disertai pula dengan sedikit pengulitan sebatas tumit kaki belakang, begitu pula pada pemotongan kedua kaki depan disertai dengan pengulitan pada bagian tumit kaki depan, terus menyusur paha dan diteruskan ke bagian dada.
2.2.3.2 Proses Pengulitan
Proses pengulitan atau yang lazim disebut “skinning”, diawali dengan cara membuat irisan panjang pada kulit sepanjang permukaan dalam (medial kaki). Kulit dipisahkan mulai dari ventral kearah punggung tubuh.
Berdasarkan cara pelaksanaannya dikenal tiga macam cara pengulitan, yaitu pengulitan di lantai, pengulitan dengan di gantung, dan pengulitan dengan menggunakan mesin. Setiap cara pengulitan mempunyai kebaikan dan keburukan. Kebaikan pelaksanaan pengulitan di lantai, yaitu biaya peralatan rendah dan pengulitan dapat di-lakukan secara masal (padat karya). Keburukannya, yaitu kulit dan karkas menjadi kotor bila tercemar darah dan kotoran, serta pelaksanaan pengulitan lebih sukar, sehingga banyak terjadi cacat, baik pada kulit maupun karkas.
Kebaikan cara pengulitan dengan digantung, yaitu kulit dan karkas tidak kotor, dan cacat yang terjadi tidak terlalu banyak. Keburukan cara pengulitan dengan digantung adalah memerlukan alat penggantung khusus dan biasanya hanya dikerjakan oleh dua orang.
Kebaikan cara pengulitan dengan menggunakan mesin, yaitu kulit dan karkas tidak kotor atau tercemar, serta tidak banyak cacat. Keburukannya adalah memerlukan biaya besar untuk mesin pengulit dan memerlukan tenaga ahli khusus.
Kulit yang dihasilkan harus bagus, karena industri penyamakan kulit memerlukan kulit berbentuk empat persegi. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil terbaik pada hewan besar seperti ternak sapi, menurut Williamson dan Payne (1993) pengirisan dasar harus dibuat sebagai berikut :
a. satu irisan panjang, lurus ke bawah di tengah-tengah, dari dagu sampai ke dubur (pemotongan hanya mendekati ambing atau kantung buah pelir tidak dianjurkan karena berpengaruh terhadap bentuk kulit; dua kulit penutup yang tidak penting dibiarkan yang harus dipotong sedikit sehingga mempengaruhi bentuk dan ukuran kulit);
b. Dua irisan melingkar pada kaki-kaki depan mengelilingi lutut;
c. Dua irisan yang sama mengelilingi tumit pada kaki-kaki belakang;
d. Dua sayatan lurus di sebelah sisi dalam kaki-kaki depan mulai dari lutut ke ujung depan tulang dada; dan
e. dua sayatan lurus pada kaki-kaki belakang mulai dari belakang tiap sendi tumit ke suatu titik di pertengahan jalan antara dubur dan kantong buah pelir atau ambing.
2.2.3.3 Pembelahan Dada dan Pengeluaran Jeroan
Sebelum melakukan pembelahan dada dan pengeluaran jeroan, terlebih dahulu dilakukan pembedahan lubang anus, dan pada bagian ujung saluran pencernaan kemudian ditutup dengan kantung plastik atau diikat dengan tali rafia. Perlakuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara kotoran sapi yang berada dalam saluran pencernaan dengan bagian lainnya selama proses penyiapan karkas atau “Carcassing”.
Pembukaan perut atau rongga abdomen, dilakukan dengan membuat irisan dari atas ke bawah sepanjang bagian ventral tengah, kemudian lakukan pemisahan penis dan testikel pada ternak sapi jantan atau jaringan ambing pada ternak sapi betina, serta lemak ruang abdominal yang sudah lepas. Belah bonggol pelvik dan pisahkan kedua bagian tulang pelvik. Lakukan pengulitan pada ekor bila belum dilakukan. Setelah dinding perut terbuka, kemudian dilakukan pengeluaran jeroan, yaitu kantung kencing dan uterus bila ada, usus, lemak susu, rumen dan bagian lain dari lambung, limpa, hati, dan ginjal yang diselaputi lemak ginjal.
Bersamaan dengan pengeluaran jeroan dilakukan pula pemotongan ekor atau Oxtail. Pemotongan ekor biasanya dilakukan pada bagian tulang pangkal ekor cocygeal vertebrae. Akan tetapi, pemotongan ekor sapi di Indonesia umumnya dilakukan sampai pada tulang ekor yang ketiga masih termasuk ke dalam karkas.
Pembukaan rongga dada dilakukan dengan menggunakan gergaji, tepat melalui ventral tengah tulang dada atau sternum. Setelah memotong diafragma, pisahkan bagian pluck, yaitu jantung, paru-paru dan trakhea.
2.2.3.4 Pembelahan Karkas
Pembelahan karkas atau yang lazim disebut halving, adalah membelah karkas menjadi dua bagian yaitu karkas bagian tubuh sebelah kanan dan karkas bagian tubuh sebelah kiri. Pembelahan dilakukan dengan menggunakan gergaji pembelah karkas, dengan cara pemotongan memanjang tepat melalui garis tengah tulang belakang vertebrae. Karkas bagian tubuh sebelah kiri selalu merupakan bagian yang kencang tigh side, sebab lemak ginjal melekat rapat pada ginjal dan tulang belakang, dan karkas bagian tubuh sebelah kanan merupakan bagian karkas yang longgar loose side.
Selanjutnya karkas yang telah dibelah dibersihkan dengan cara disemprot air bersih yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada karkas, seperti darah, serbuk tulang dan kotoran lainnya. Kemudian dilakukan penimbangan untuk memperoleh berat karkas segar. Karkas yang sudah bersih dapat dibungkus dengan kain putih untuk merapikan lemak subkutan.
2.2.3.5 Pendinginan
Paruhan karkas yang masih hangat dan telah dibersihkan selanjutnya dibawa ke ruang pendinginan chilling room. Pendinginan dimaksudkan untuk mengurangi penyusutan karena evaporasi, mengurangi drip loss ( kehilangan cairan yang terbentuk akibat keluarnya air dari jaringan daging yang mengandung protein, lemak dan zat gizi lain yang terdapat dalam daging) dan mencegah kontaminasi bakteri.
Menurut Soeparno (1994) lamanya pendinginan kira-kira 24 jam sebelum pemotongan tulang rusuk atau pemotongan paruhan karkas half carcass menjadi perempat bagian karkas quarter carcass. Temperatur ruang pendinginan berkisar antara -40C sampai dengan 10C, tapi menurut Blakely dan Bade (1993) temperatur ruang pendinginan harus tetap pada 20C.
Karkas atau daging baru dapat dikeluarkan atau dipasarkan apabila telah diperiksa oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang, dimana karkas yang sehat akan diberi stempel atau dicap sebagai tanda layak dan aman untuk dikonsumsi.
2.2.3.6 Pelayuan
Pelayuan adalah penanganan karkas atau daging segar postmortem yang secara relatif belum meng-alami kerusakan mikrobial dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu tertentu pada temperatur tertentu di atas titik beku karkas atau daging lebih kurang -1,50C. Istilah pelayuan sering disebut aging atau conditioning, kadang-kadang disebut hanging. Selama pelayuan terjadi peningkatan keempukan dan flavour daging, karena adanya aktivitas enzim yang memecah jaringan pengikat (kolagen) yang mengelilingi sel. Pelayuan yang lebih lama atau lebih dari 24 jam sejak terjadinya kekakuan daging atau rigormortis dapat disebut pematangan. Pelayuan biasa dilakukan pada temperatur 32 - 380F (0 - 30c), setelah pendinginan selama kira-kira 24 jam. Pengaruh pengempukan dari pelayuan daging menurut Bratzler (1977) dan Lawrie (1979) merupakan fungsi dari waktu dan temperatur, dimana pada umumnya, pelayuan pada temperatur yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat keempukan tertentu dalam waktu yang lebih cepat daripada temperatur yang lebih rendah. Misalnya pe-layuan selama dua hari pada temperatur 200C menghasilkan tingkat keempukan yang sama dengan pelayuan selama 14 hari pada temperatur 00C.
Karkas dari ternak ruminansia besar, seperti sapi memerlukan proses pelayuan, sedangkan ternak ruminansia kecil (domba dan kambing) bisa tidak dilayukan, karena dagingnya secara relatif sudah empuk bila ternak dipotong pada umur yang relatif muda, dan proses kekakuan berlangsung dalam waktu yang relatif cepat.
Proses pelayuan atau pematangan karkas sapi prima bisa dilakukan selama periode waktu antara 15 - 40 hari, karena adanya lapisan lemak yang tebal yang menutupi dan melindungi karkas dari kontaminasi mikrobia. Karkas yang tidak cukup mengandung lemak eksternal ( termasuk karkas veal) tidak dapat dilayukan dalam waktu yang lama, karena lebih mudah diserang mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan pendapat Ensminger (1991), yang menyatakan bahwa karkas yang berasal dari sapi-sapi yang mempunyai grade yang lebih baik, akan lebih tahan disimpan dalam ruang pelayuan dibandingkan dengan grade yang lebih rendah. Semakin lama karkas disimpan dalam ruang pelayuan maka penyusutan karkas akan semakin besar pula.
2.2.3.7 Pemeriksaan Daging
Pemeriksaan daging dari hasil pemotongan dimaksudkan untuk :
a. Melindungi konsumen dari penyakit yang dapat ditimbulkan karena makan daging yang tidak sehat,
b. Melindungi konsumen dari pemalsuan daging, dan
c. Mencegah penularan penyakit diantara ternak.
Pemeriksaan daging meliputi pemeriksaan sebelum ternak dipotomg, lazim disebut pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan setelah pemotongan atau yang lazim disebut pemeriksaan postmortem, yaitu pemeriksaan karkas dan alat-alat dalam viscera, serta produk akhir.
Maksud pemeriksaan antemortem dapat dilihat pada penjelasan perlakuan ternak sebelum pemotongan, sedangkan maksud pemeriksaan postmortem adalah untuk mengetahui kondisi karkas yang dihasilkan dari pemotongan, layak dikonsumsi atau tidak.
Pemeriksaan postmortem yang biasa dilakukan di Indonesia menurut Soeparno (1994), antara lain adalah pemeriksaan karkas, pertama pada kelenjar limfe, pemeriksaan kepala pada bagian mulut, lidah, bibir, dan otot maseter, dan pemeriksaan paru-paru, jantung, ginjal, hati serta limpa. Jika terdapat kondisi abnormal lain pada karkas, organ-organ internal atau bagian-bagian karkas lainnya, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Keputusan hasil pemeriksaan akan menentukan apakah karkas dan bagian-bagian karkas dapat dikonsumsi, diproses lebih lanjut atau tidak.
3.1 Kesimpulan
Syarat penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna.
Pada dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu teknik pemotongan secara langsung dan teknik pemotongan tidak langsung. Mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas. Proses penyembelihan meliputi proses perlakuan sebelum pemotongan, teknik penyembelihan dan pengeluaran darah, sedangkan proses penyiapan karkas meliputi beberapa kegiatan, antara lain pemisahan bagian kepala dan kaki, pengulitan, pembelahan dada dan pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, dan pendinginan karkas.
3.2 Saran
1) Sebaiknya pemotongan hewan di RPH perlu diperhatikan
soal kebersihan saat pemotongan.
2) Pemotongan yang baik perlu stunning lebih dahulu sebelum di
sembelih.
DAFTAR
PUSTAKA
Blakely,
J. dan D.H. Bade. 1992. Ilmu peternakan diterjemahkan oleh
Bambang Srigandono.
Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Bratzler,
L.J., Gaddis, A.M. dan Sulzbacher.
1977. Fundamentals of food
freezing. The
AVI Publishing Company Inc. : Westport, Connecticut.
Ensminger,
M.E. 1991. Animal science. 9th Ed. The Interstate Printers and
Publishers Inc., Denville, Illinois.
Lawrie,
R.A. 1979. Meat science.
3rd Edition. Pergamon Press.
Natasasmita,
s. 1987.
Evaluasi Daging. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian
Bogor : Bogor.
Setiyono.
2000. Abatoir dan Tehnik Pemotongan. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Soeparno.
1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan 2. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
_______, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging,
cetakan 3, Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
_______, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging,
cetakan 4. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Swatland,
H., J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice Hall
Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.
Undang,
S. 1995.
Tatalaksana pemeliharaan ternak sapi.
Penebar Swadaya
Jakarta.
Williamson,
G dan W, J, A, Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Penerjemah : S.
G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Williamson,
G. and W.J.A. Payne. 1993. Pengantar peternakan di daerah
tropis, diterjemahkan oleh Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta.