SEJARAH ILMU NUTRISI TERNAK
Sejarah ilmu nutrisi secara metodologis sebenarnya dimulai di Perancis dimana banyak ahli kimia Perancis yang tergabung dalam Akademi Sains Perancis tertarik pada proses metabolisme pada manusia. Mereka secara terpisah atau tersendiri melakukan percobaan percobaan yang berhubungan dengan kalorimetri. Akan tetapi sejarah ilmu nutrisi sesungguhnya sudah berkembang sejak manusia ada di muka bumi. Pada zaman mesir purba orang sudah mengenal dan dapat menghubungkan antara makanan tertentu dengan berbagai penyakit. Ahli filsafat di Yunani juga sudah dapat menerangkan fungsi dari makanan yang dimakan oleh manusia. Namun banyak pendekatan yang mereka lakukan bukanlah hasil dari penelitian yang sistimatis dan metodologis. Misalnya Socrates (470-399 SM) mengemukakan bahwa peranan zat makanan yang utama adalah untuk mengganti kehilangan zat makanan dari tubuh. Leonardo da Vinci (1452-1519) mengemukakan bahwa jika zat makanan yang diperoleh dari bahan makanan tidak sama jumlahnya dengan yang dikeluarkan oleh tubuh, maka kelestarian hidup akan terganggu.
Hipokrates (460-359 SM) berpendapat bahwa tidak semua pengeluaran dari tubuh dapat diukur berupa zat padat dan cair. Sebagian akan terbuang sebagai gas gas ekspirasi. Selain itu kehilangan dari tubuh dapat juga berupa panas. Pada zaman tersebut pendapat ini sangat aneh, karena mereka berpendapat bahwa panas tidak mempunyai bobot. Untuk membuktikannya, Sanctorius (1561-1636) membuat sebuah timbangan besar yang teliti. Diatas timbangan tersebut dia berolah raga. Sesudah berolah raga, dia menjadi gerah, berkeringat, frekuensi pernafasan menjadi bertambah dan bobotnya susut. Hal ini menunjukkan bahwa panas yang dikeluarkan oleh tubuh juga mempunyai bobot. Antara proses penggunaan zat makanan dengan proses pembakaran mempunyai kesamaan. Kedua proses tersebut menghasilkan panas. Banyak percobaan telah dilakukan untuk mencari persamaan antara api dengan hidup (fire and life). Salah satunya dilakukan oleh John Mayow (1643-1679). Lilin yang menyala akan mati jika dimasukkan ke dalam ruang tertutup, begitu juga dengan mahluk hidup. Tikus yang dimasukkan ke dalam ruang tertutup beberapa saat akan mati. Akan tetapi jika lilin yang hidup dan tikus di masukkan keduanya ke dalam ruang tertutup, keduanya akan mati dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan jika di masukkan terpisah. Kesimpulannya adalah pernafasan dan pembakaran akan menghasilkan sesuatu yang menyebabkan udara tidak cocok lagi bagi api atau kehidupan. John Mayow menduga bahwa pada proses pernafasan ada sesuatu yang diambil dari udara, akan tetapi Stahl (1660-1734) menyatakan bahwa “sesuatu” tersebut adalah “phlogiston” (tidak dapat terbakar). Menurut Stahl tubuh kehilangan phlogiston. Bobot yang susut dalam percobaan Sanctorius, menurut Stahl, disebabkan tubuh kehilangan phlogiston begitu juga dengan benda yang terbakar, seperti lilin.
Teori Phlogiston bertahan hampir satu abad. Percobaan selanjutnya diarahkan untuk melihat komposisi dari udara. Joseph Black (1728-1799) membuat suatu percobaan. Dia meniupkan nafasnya melalui tabung ke dalam suatu larutan alkali. Larutan tersebut menjadi keruh. Black berpendapat bahwa kekeruhan tersebut merupakan wujud dari “fixed air” yang artinya tidak dapat dibakar lagi. Joseph Priestley (1733-1804) memperlihatkan bahwa jika di dalam ruang tertutup terdapat tanaman hidup, maka lilin akan dapat lebih lama hidup. Priestley berpendapat bahwa tanaman hidup menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan oleh lilin untuk mempertahankan nyala api. Sesuatu tersebut ada di dalam udara. Karena dapat mempertahankan nyala api, maka komponen udara tersebut dinamakan “fire air”. Henry Cavendish (1731-1910) berhasil membuat air dari udara dan “fire air” dengan menggunakan percikan api listrik. Karena komponen udara tersebut bersifat mudah terbakar, maka dinamakan “inflammable air”. Ruthorford (1749-1819) mencoba mencari komponen lain yang ada di udara. Belerang di baker dalam sebuah ruang tertutup terbuat dari gelas yang mulutnya dibenamkan ke dalam larutan alkali. Sehingga semua gas yang ada (fixed air, CO2; fire air, O2 ; inflammable air , H2) dan belerang berubah menjadi asam sulfat dan air. Tekanan udara menjadi turun dan tabung gas semakin tenggelam kedalam larutan alkali, ternyata masih ada udara. Karena komponen udara ini meruapakan sisa maka dinamakan dengan “residual air” (saat ini dikenal dengan gas N2).
Hasil percobaan seperti telah diterangkan di atas mengundang pertanyaan dimana posisi phlogiston? Lavoiser, seorang ahli kimia dari Perancis melakukan percobaan dengan membuat sebuah timbangan yang sangat teliti untuk mengukur perubahan bobot pada proses pembakaran (Gambar 1). Hasil percobaan Lavoiser ternyata bertentangan dengan pendapat Stahl. Jika semua gas yang dihasilkan dalam suatu proses pembakaran ditampung secara kuantitatif, ternyata bobot abu ditambah bobot gas yang dihasilkan lebih berat dari bobot bahan semua. Lavoiser berpendapat bahwa pada pembakaran ada sesuatu yang diambil dari udara, bukan yang hilang seperti penyataan Stahl. Sesuatu tersebut disebut dengan oxygen yang berarti pembentuk asam atau zat asam. Disebut demikian karena hasil pembakaran karbon, belerang dan fosfor semuanya berupa asam.
Sejak saat itu teori tentang Phlogiston tidak dipercaya lagi. Meskipun demikian dikemudian hari terbukti bahwa mahluk hidup mengambil oxygen dari udara yang dapat menyebabkan bobotnya bertambah.
Karena banyak jasanya dalam perkembangan ilmu nutrisi, Antonie lavoiser (1743-1794) dianggap sebagai bapak ilmu nutrisi. Ia adalah yang banyak menyumbangkan pemikiran dari hasil percobaannya terutama tentang metabolisme energi. Ia harus mati di guillotine dalam revolusi Perancis pada tahun 1794. Akhir hayatnya memang diabdikan untuk ilmu pengetahuan. Meskipun Lavoiser tahu bahwa ia segera akan mati, tetapi dalam replik (pembelaan) nya beliau tetap mengajukan dispensasi untuk melakukan percobaan sekali lagi sebelum dieksekusi. Tetapi hakim menolak permintaan tersebut dan dihukum guillotine pada sorehari ia mengajukan replik. Lavoiserlah orang yang membuat percobaan respirasi untuk pertama kalinya pada tahun 1784. Salah satunya adalah sebagai berikut : Sebuah gelas besar yang berat dan berbentuk lonceng, mulutnya dibenamkan kedalam air raksa. Posisi gelas tersebut diatur sedemikian rupa sehingga jarum pada skala diatasnya menunjukkan angka nol (V1). Kemudian diatas sepotong kayu didalam air raksa tersebut diletakkan marmut yang dibiarkan sesak didalam tabung tersebut selama 10 jam (V2). Kemudian marmut diambil. Selisih perubahan volume pada skala didalam tabung dicatat (V3). Kedalam tabung bekas marmut tadi dimasukkan NaOH yang dapat menyerap CO2 dari hasil pernapasan marmut sehingga tekanan udara menjadi berkurang (V4). Konsumsi O2 adalah selisih V1 dan V4 sedangkan produksi CO2 adalah selisih antara V3 dan V4.