Dunia Peternakan- Kembali hadir mempublish makalah setelah vakum selama beberapa bulan. Kali ini makalah tentang Perkembangan itik d Indonesia. Selamat bertugas dengan makalah anda.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu unggas yang mendorong untuk kecukupan kebutuhan protein hewani di indonesia adalah itik. Perkembangan itik di dunia sudah berjalan sejak abad ke 18 dan 19. Itik hidup di pesisir pantai pulau jawa. Umumnya itik di budidayakan untuk di manfaatkan telurnya dan dagingnya ketika sudah memasuki masa afkir. Namun, ada juga peternak yang membudidayakan itik untuk menghasilkan daging. Peternakan itik didominasi oleh peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan cepat mengarah pada pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung.
Itik tersebar dan berkembang di beberapa daerah di indonesisa seperti di daerah sulawesi, kalimantan, dan bali. Menurut sejarah perkembangan itik pemerintah kolonial Belanda yang tercatat memiliki andil dalam penyebaran itik di indonesia yakni melalui kuli kontrak yang mereka mungkinkan di Sumatera pada tahun 1920, khususnya didaerah Deli dan Lampung. Saat ini ternak itik banyak terpusat dibeberapa daerah seperti Sumatera (Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), pulau Jawa ( Cirebon, Jawa Barat, Brebes, Tegal (Jawa Tengah) dan Mojosari (Jawa Timur), Kalimantan (HSU- Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan serta Bali. Dimana Itik Mojosari Alabio (MA) ini merupakan hasil persilangan dari Itik Mojosari Jawa Timur dengan itik Alabio Kalimantan Selatan yang telah dikembangkan oleh BPT Palaihari Kalimantan Selatan maupun BPT Ciawi Bogor .
Permintaan telur dan daging itik akhir-akhir ini meningkat seiring dengan meningkatnya minat masyarakat untuk mengonsumsi telur dan daging itik. Minat masyarakat terhadap daging itik hampir setara dengan minat masyarakat terhadap daging ayam. Meningkatnya permintaan ini perlu diimbangi dengan penyediaan bibit itik yang berkualitas dalam jumlah besar dan berkelanjutan. Penyediaan bibit tersebut secara tidak langsung akan mendukung perkembangan peternakan itik dan mendorong terciptanya teknologi yang membuat itik semakin berkembang.
Sistem pemeliharaan akan sangat menentukan perkembangan itik di indonesia. Kebutuhan bibit tidak dapat dipenuhi melalui pemeliharaan itik secara tradisional, melainkan harus secara intensif. Sementara perubahan sistem budi daya dari sistem tradisional menjadi sistem intensif perlu didukung dengan ketersediaan teknologi dengan memerhatikan prinsip manajemen usaha peternakan modern, berorientasi agribisnis, dan berwawasan lingkungan untuk mencapai keuntungan yang optimal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan itik di indonesia?
2. Apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam perkembangan itik di indonesia?
3. Apa strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung perkembangan itik di indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mengkaji perkembangan itik di indonesia
2. Mengkaji faktor-faktor pendukung dan penghambatan dalam perkembangan itik di indonesia
3. Mengkaji faktor-faktor strategi yang dapat diterapkan untuk mendukung perkembangan itik di Indonesia.
II. PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan itik di Indonesia
Di Indonesia umumnya memelihara itik sebagai ternak unggas dwiguna, diusahakan sebagai penghasil telur namun ada pula yang diusahakan sebagai penghasil daging. Peternakan itik masih didominasi oleh peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional di mana itik digembalakan di sawah atau di tempat-tempat yang banyak airnya, namun dengan cepat mengarah pada pemeliharaan secara intensif yang sepenuhnya terkurung. Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat ditingkatkan (Rina, 2005)
Penyebaran dan pengembangan ternak itik diwilayah Indonesia seperti, Jawa, Kalimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali. Saat ini ternak itik banyak terpusat dibeberapa daerah seperti Sumatera (Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan), pulau Jawa ( Cirebon, Jawa Barat, Brebes, Tegal (Jawa Tengah) dan Mojosari (Jawa Timur), Kalimantan HSU- Kalimantan Selatan), Sulawesi Selatan serta Bali (Pius, 2007). Indonesia adalah salah satu diantara negara-negara yang memiliki populasi itik ketiga terbesar di dunia . Menurut Dirjen Peternakan (2004), populasi litik di Indonesia tahun 2002 yaitu 37 juta ekor dengan demikian Indonesia menempati urutan ke III setelah China (483 juta ekor) dan Vietnam (299 juta ekor) dan populasinya terbesar diseluruh wilayah Indonesia.
Bila dibandingkan dengan ternak ayam buras, populasi Itik kira-kira 1/12 nya, namun sebagai penghasil telur tidak kalah peranan dengan ayam buras. Menurut Ditjen Peternakan (2004) Populasi itik selama tahun 2001 – 2005 relatif stabil. Populasi itik sedikit meningkat pada tahun 2002 yaitu sebanyak 45.000.000 ekor, kemudian tiga tahun berikutnya sampai tahun 2005 relatif stabil sekitar 30.000.000 – 35.000.000 ekor (Dirjen Peternakan, 2005). Seluruh itik di Indonesia dipelihara sedikitnya oleh 285.000 rumah tangga petani atau sama dengan 6,34% rumah tangga petani atau 35,49% rumah tangga peternak unggas pada tahun 1993. Jumlah peternak itik tersebut menurun sejak tahun 1973 dari total 1.633.651 menjadi 285.000 pada tahun 1993. Data statistik tentang jumlah peternak setelah tahun 1993 tidak dilaporkan dan diduga menurun dengan beralih fungsinya sebagian sawah sebagai tempat penggembalaan itik menjadi perumahan dan lahan nonpertanian lainnya.
2.2 Faktor Pendukung dan penghambang perkembangan itik di Indonesia
Itik adalah suatu komoditas peternakan yang layak untuk dikembangkan tidak hanya dilihat dari segi peningkatan produksi saja, tetapi dari segi kelayakan sosial ekonomi (Zuraida, 2004). Menurut Rohaeni (2005) bahwa usaha pemeliharaan itik yang dilakukan di hulu sungai dengan cara sistem lanting, pemeliharaan memberikan keuntungan besar. Itik atau yang dikenal bebek dijawa memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan dalam perkembangannya, berikut kelemahan dan kelebihan :
Bibit
Ketersediaan bibit itik termasuk mudah karena telah ada spesialisasi usaha yaitu ada petani yang melakukan pemeliharaan itik pembesaran dan usaha penetasan. Dibberapa tempat saja, hanya dicentra itik yang terdapat pembibitan, belum luas layaknya ayam buras.
Pemasaran
Pemasaran bibit dan telur itik cukup baik dan tidak ada masalah, hal ini ditunjukkan adanya permintaan bibit yang cukup tinggi. Selain itu produk yang dihasilkan dagin dan telur juga sebagai peluang yang menguntukan, terutama telur asin.
Keterampilan
Petani mempunyai keterampilan yang baik dalam hal memelihara dan menyeleksi, keterampilan ini merupakan warisan turun temurun dan pengalaman. Bahkan ada jasa dalam hal memilih telur, bibit atau menentukan jenis kelamin itik pada umur muda (1-7 hari). Keterampilan ini merupakan potensi yang mendukung dalam peningkatan produksi itik.
Sosial Budaya
Usaha pemeliharaan ternak itik tidak mengalami hambatan atau masalah namun bahkan diterima di masyarakat, masyarakat tidak malu untuk melakukannya. Oleh karena itu kegiatan ini dapat berkembang luas.
Dukungan Swasta dan Pemerintah
Dukungan terhadap perkembangan ternak itik telah dilakukan baik oleh swasta maupun pemerintah berupa dana pinjaman bergulir maupun tidak bergulir yang sangat mendukung terhadap perkembangan dan penguatan modal usaha (Fakhriansyah. 1992)
2.3 Strategi Pengembangan itik
2.3.1 Itik sebagai penghasil telur
Sebagian besar kebutuhan telur masih berasal dari telur ayam ras. Hal ini mudah dipahami karena ayam ras petelur telah diusahakan secara intensif dalam skala besar. Sebaliknya, ternak itik dan ayam buras sebagian besar masih dipelihara secara tradisional dan dalam skala rumah tangga. Begitu pula ketersediaan sarana prasarana seperti bibit ayam ras yang bermutu jauh lebih terjamin dibandingkan dengan prasarana ternak itik dan ayam buras. Oleh karena itu, produktivitas maupun total produksi ayam ras jauh lebih tinggidibandingkan dengan ternak itik atau ayam buras. Peningkatan produktivitas itik petelur di Indonesia dapat dilakukan melalui perbaikan bibit yang lebih produktif, penyediaan pakan yang lebih sesuai dengankebutuhan gizi, serta peningkatan manajemen pemeliharaanitik, terutama perubahan sistem pemeliharaan darsistem tradisional/gembala menjadi sistem terkurung.
2..3.2 Meningkatkan popularitas gizi telur itik
Telur itik mengandung semua gizi yang dibutuhkan manusia bahkan kandungan proteinnya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam, yaitu masing-masing 12,81 dan 12,14% akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan kandungan protein telur puyuh dan angsa yaitu masingmasing 13,35% dan 13,87%. Kandungan lemak dalam telur Itik (13,77%) lebih Tinggi dibandingkan dengan telur ayam, puyuh dan angsa yaitu masing-masing 11,15; 11,09 Dan 13,27% Sehingga bila diasinkan, bagian kuning telur itik tampak lebih berminyak dibandingkan dengan kuning telur ayam (Pius, 2007)
III. KESIMPULAN
1. Itik sebagai ternak dwiguna mempunyai gambaran perkembangan di Indonesia sangat pelan karena masih kalah tenar dengan ayam buras
2. Faktor pendukung dan penghambat masih berkutat pada bibit, penyebaran, pemasaran, system pemeliharaan dan kurangnya dukungan pemerintah
3. Strategi yang dikembang di Indoneisa yang masih berpotensi, yaitu sebagai penghasil telur dan daging serta kesadaran akan gizi telur itik.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Peternakan. 2004. Statistik Peternakan 2004, Direktorat Jenderal Bina
Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. 200 hlm.
Dirjen Peternakan. 2005. Statistik Peternakan 2005. Direktorat Jenderal
Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. 229 hlm.
Fakhriansyah. 1992. Peranan Pemeliharaan Ternak Itik Petelur dan Tingkat Penerapan Faktor-factor Penentu (Impact-Point) Bagi Nilai Penerimaan Kotor di Desa Padang Luas Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut. Laporan Praktek Lapang. Universitas Islam Kalimantan, Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan, Banjarbaru.
Pius, k. 2007. Peran Itik Sebagai Penghasil Telur Dan Daging Nasional. Jurnal
WARTAZOA Vol. 17 No. 3
Rina, Y, N.Amali, R. Qomariah, R.Zuraida,A. Rafieq dan A. Sabur. 2005. Pengkajian Sistem Usahatani di Lahan Lebak. Laporan Akhir Kegiatan Pengkajian Tahun Anggaran 2005. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan.
Rohaeni, E. S. 2005. Analisis Kelayakan Usaha Itik Alabio dengan Sistem Lanting di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Makalah disampaikan pada Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner di Bogor tanggal 13-14 Oktober 2005.
Zuarida. 2004. Analisis ekonomi pembesaran itik di DIY, Jatim dan Jabar.
Prosiding Lokakarya Unggas Air: Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor, 6-7 Agustus 2001. P.146-156.