Tahap Perkembangan Ambing
Jumlah sel pembentuk susu adalah faktor utama yang membatasi tingkat produksi susu. Estimasi korelasi antara hasil susu dan jumlah sel ambing terentang antara 0,50 sampai 0,85. Perkembangan mamme (mammogenesis) dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu perkembangan embrionik, perkembangan fetus, perkembangan pada periode pertumbuhan postnatal dan perkembangan selama kebuntingan.
2.1 Perkembangan Fetal dan Embrionik.
Perkembangan pertama pada embrio terlihat adanya mammary band yaitu area sel-sel epithelial yang kecil dan tebal, yang pada sapi dapat terlihat kira-kira pada umur 30 hari. Kelenjar mamme ini berasal dari ectodermal. Pada tahap perkembangan selanjutnya adalah garis mammae (mammary line), pusat mamme (mammary crest), tonjolan mammae ( mammary hillock) dan pucuk mammae (mammary bud). Pucuk atau kuncup mammae ini dapat terlihat pada bagian awal periode fetus. Pada sapi, pucuk mammae dapat ditemukan di bagian tengah garis ventral dari embrio dan selanjutnya tumbuh ke bagian depan dan belakang quarter. Sedikit bukti yang menunjukan bahwa perkembangan mamme embrional ini dibawah control hormonal. Pucuk/kuncup mammae ini terlihat pada kedua jenis embrio jantan dan betina maka hal ini juga sebagai tanda awal dari pola perkembangan kelenjar jantan dan betina. Pada individu betina, tahap pucuk mammae ini diikuti dengan perkembangan puting.
Kecambah primer ( primary sprout ) akan membentuk jaringan mamme fetus pada tiga bulan kebuntingan. Kecambah primer ini merupakan awal jaringan sekresi susu terbentuk. Sebelum akhir masa kebuntingan kecambah sekunder dan tertier juga terbentuk. Pengaturan pada fase ini belum sepenuhnya dimengerti, namun ada bukti adanya pengaruh endokrin. Prolaktin yang bekerja sinergis dengan insulin, hormone steroid dari cortex adrenal dan progesterone adalah hormon-hormon yang mungkin menstimulasi perkembangan ini.
Rudimen ambing tampak jelas dari penebalan sel ektodermal pada permukaan ventral (perut) embrio di antara kaki belakang. Perkembangan ini terjadi waktu panjang pedet antara 1,4 sampai 1,7 cm (kira-kira 30 hari setelah konsepsi).
2.2 Lahir sampai Pubertas.
Setelah lahir, mammae tumbuh terus dengan kecepatan tumbuh seperti umumnya pertumbuhan badan sampai kira-kira umur 3 bulan. Dari umur tiga bulan sampai sebelum pubertas, kecepatan tumbuh mammae lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan badan. Growth hormone terlibat sebagai regulator pada pertumbuhan ini. Setelah pubertas, kelenjar mammae akan dihadapkan pada siklus yang membutuhkan peningkatan estrogen dan progesterone. Efek dari estrogen adalah pada perkembangan pembuluh, sedang progesterone menstimulus perkembangan lobulus.
Sampai pedet umur tiga bulan, sistem saluran ambing belum terlihat dewasa. Sistem saluran tumbuh mengelilingi lapisan lemak ambing secara proporsional sesuai dengan pertambahan berat badan. Setelah tiga bulan, pertumbuhan ambing kira-kira 3,5 kali lebih cepat dari pada pertumbuhan tubuh. Kecepatan pertumbuhan ini berlanjut hingga umur sembilan bulan. Sel-sel saluran ambing berakumulasi selama 3 sampai 5 siklus estrus pertama setelah pubertas. Jumlah sel terlihat jelas menurun saat fase kebuntingan. Antara umur 9 bulan dan konsepsi, pertumbuhan dan regresi kelenjar susu selama estrus mencapai suatu keseimbangan. Peningkatan murni jumlah sel ambing sesuai dengan peningkatan bobot badan. Jumlah tebesar pertumbuhan saluran ambing sebelum konsepsi terjadi pada umur sembilan bulan. Karena itu, sebaiknya peternak memperhatikan dara tumbuh baik dan segera siap kawin.
2.3 Selama Kebuntingan.
Setelah kebuntingan, perkembangan mammae akan berlanjut, dengan kecepatan perkembangan yang tinggi pada akhir masa kebuntingan, yang pararel dengan kecepatan pertumbuhan fetus. Konsentrasi progesteron tinggi sepanjang masa kebuntingan, walaupun lebih tinggi pada awal kebuntingan, sementara konsentrasi estrogen lebih tinggi pada akhir masa kebuntingan yaitu pada periode pertumbuhan terbesar dari kelenjar mammae.Kedua hormone tersebut adalah sebagai regulator yang penting bagi perkembangan fungsi jaringan mammae yang potensial untuk sekresi susu. Secara demonstrasi menunjukan bahwa sapi yang tidak bunting dan sapi dara dapat diinduksi menjadi laktasi.Alveoli tidak terbentuk hingga terjadi kebuntingan pada sapi dara. Kemudian alveoli mulai menggantikan jaringan lemak seluruh ambing.
2.4 Selama Laktasi.
Jumlah sel ambing terus meningkat selama laktasi awal. Perkembangan ini mungkin berlanjut sampai puncak laktasi. Sebagai hasilnya, alveoli hampir seluruhnya terbungkus pada laktasi awal. Setelah itu, tingkat penurunan sel ambing melebihi tingkat pembelah sel. Hasilnya menunjukkan secara nyata ambing mengandung lebih sedikit sel,pada akhir laktasi daripada awal laktasi. Mastitis juga menyebabkan kehilangan sel ambing. Secara alami, kehilangan sel sekretori apakah dari fisiologis atau sebab patologis, menurunkan jumlah produksi susu. Oleh karena itu pemeliharaan jumlah maksimal sel ambing sangat dianjurkan terutama bagi sapi dengan produksi tinggi, karena jika sel ambing tidak ada susu tidak terbentuk.
2.5 Selama Laktasi dan Kebuntingan.
Kebanyakan sapi dikawinkan antara 40 sampai 90 hari setelah beranak. Tingkat awal kebuntingan relatif sedikit berpengaruh terhadap produksi susu atau jumlah sel ambing. Perkembangan kebuntingan terjadi setelah lima bulan. Perkembang-an ini menyebabkan hasil susu dan jumlah sel ambing menurun pada sapi laktasi bunting dibandingkan yang tidak bunting.
2.6 Selama Masa Kering.
Pemerahan setiap hari biasanya dihentikan setelah sapi perah berlaktasi 10 sampai 12 bulan (dengan rentangan 6 hingga 18 bulan). Jika sapi bunting, periode nonlaktasi ini (periode kering) diawali biasanya sekitar 60 hari sebelum tanggal beranak. Mengikuti penghentian pemerahan tiap hari, ambing induk tidak bunting menjadi dipenuhi dengan susu selama beberapa hari. Walaupun begitu, aktivitas metabolik menurun cepat. Kemudian, tampak jelas degenerasi dan kehilangan sel epitelial alveoler. Sel mio-epitelial dan jaringan pengikat masih ada biarpun alveoli menghilang. Secara histologis, jaringan pengikat dan sel lemak menjadi lebih menonjol selama periode ini. Setelah involusi lengkap ambing makan hanya terdapat sistem saluran. Sistem saluran induk sapi, akan tetapi, lebih banyak dari pada sapi dara. Walaupun penelitian pada sapi perah belum dilaporkan, involusi lengkap alveoli membutuhkan 75 hari pada kambing tidak bunting.
Sapi yang bunting normal selama periode kering, dan karena kebuntingan merangsang pertumbuhan ambing, involusi lengkap tidak terjadi pada sapi bunting. Umur kebuntingan paling sedikit 7 bulan sejak awal periode kering menyebabkan jumlah sel ambing tidak berubah terutama selama periode kering. Induk yang tidak mendapat periode kering normal menghasilkan susu berikutnya berkurang daripada sapi yang mendapat istirahat 60 hari di antara laktasi-laktasi. Karena itu, periode kering di antara laktasi-laktasi penting untuk produksi susu maksimal. Ketidakhadiran periode kering bergabung dengan peningkatan jumlah sel yang terjadi selama tingkat awal laktasi berikutnya. Hal ini terutama menjelaskan kebutuhan periode kering pada sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Bath,
D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker, and R. D. Appleman. 1985. Dairy Cattle :
Principles, Practices, Problems, Profits. 3rd Edition. Lea & Febiger,
Philadelphia. 291-305.
Foley,
R. C., D. L. Bath, F. N. Dickinson, H. A. Tucker, and R. D. Appleman. 1973. Dairy
Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits. Reprinted. Lea & Febiger,
Philadelphia. 390-406.
http://www.eap.mcgill.ca/Publications/EAP69.htm.
[5 - 05 - 2014].
Hurley
WL and Morin DE. 2000. Mastitis Lesson A.. Lactation Biology. ANSCI 308. http://classes
aces.uiuc.edu/Ansci 308/. [5 – 05 - 2014].
Hurley
WL. 2000. Mammary tissue organization. Lactation Biology. ANSCI 308. http://classes
aces.uiuc.edu/Ansci 308/. [5 – 05 -2014].
Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. Duval J. 1997. Treating mastitis without antibiotics.
Ecological Agriculture Projects.
Wikantadi,
B. 1978. Biologi Laktasi. Bagian Ternak Perah, Fakultas Peternakan